Tekad Mewujudkan Produk Peternakan Indonesia yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) telah menerbitkan sebuah penelitian berjudul “Bayangan Panjang Peternakan (Livestock’s Long Shadow),” yang mendapat perhatian luas secara global. Disebutkan bahwa ternak memberikan kontribusi sebesar 18% emisi gas rumah kaca dunia. FAO menarik kesimpulan yang mengejutkan: Peternakan memberikan kontribusi yang lebih banyak dalam kerusakan lingkungan dibanding semua moda transportasi digabung. Hal itu mendorong setiap negara untuk memiliki kebijakan yang focus pada masalah degradasi lahan, perubahan iklim dan polusi udara, kekurangan air dan polusinya, serta berkurangnya biodiversitas.

Memperhatikan permasalahan tersebut, dan mempertimbangkan pentingnya peternakan bagi penghidupan masyarakat di tingkat lokal, nasional, maupun global, serta mengingat perannya dalam aspek sosial, ekonomi dan ketahanan pangan, maka kalangan masyarakat peternakan harus secara jeli dan berhati-hati mengambil sikap terkait kondisi ini. Terlebih, skala masalah akibat sektor peternakan di Indonesia mungkin tidak semasif permasalahan di negara-negara yang sektor peternakannya jauh lebih besar dan maju.

Hal itu dibahas dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Northern Territory Cattlemen’s Association (NTCA) dan Red Meat and Cattle Partnership, dan Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) di Jakarta (27/1). Dalam seminar yang membahas tentang dampak peternakan sapi bagi lingkungan tersebut, menghadirkan para narasumber penting, antara lain Pebi Purwosuseno (Ditjen PKH, Kementan), Dr Panjono, IPM (Fapet UGM), Ashley Manicaroos (CEO NTCA), Kieran Mc Cooskee (Department Primary Industry, Northern Teritorry Government), dan M Pribadie Nugraha (Meat & Livestock Australia).

Pebi Purwosuseno dalam acara itu mengatakan, sektor peternakan muncul sebagai salah satu kontributor bagi masalah lingkungan. Temuan ini mendorong setiap negara untuk memiliki kebijakan yang fokus pada masalah degradasi lahan, perubahan iklim dan polusi udara, kekurangan air dan polusinya, serta berkurangnya biodiversitas.

Memperhatikan permasalahan tersebut, lanjut Pebi, perlu mempertimbangkan pula pentingnya peternakan bagi penghidupan masyarakat di tingkat lokal, nasional, maupun global, serta mengingat perannya dalam aspek sosial, ekonomi dan ketahanan pangan. “Kita harus secara jeli dan berhati-hati mengambil sikap terkait kondisi ini. Terlebih, skala masalah akibat sektor peternakan di Indonesia mungkin tidak semasif permasalahan di negara-negara yang sektor peternakannya jauh lebih besar dan maju,”katanya.

Ia menambahkan, harapan peternakan di masa depan adalah terwujudnya produk peternakan Indonesia yang berdaya saing dan berkelanjutan, dan hal ini telah secara eksplisit diterjemahkan ke dalam startegi utama yang selalu mengedepankan konsep keberlanjutan dalam langkah-langkah operasionalnya. AP