Agropustaka.id, Pemikiran. Jika menyimak kinerja industri perunggasan baik ayam ras pedaging maupun petelur di sepanjang 2018 hingga 2023, maka terlihat adanya struktur biaya budidaya di tingkat peternak rakyat mandiri masih di atas harga acuan penjualan yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional; pasar ayam hidup terindikasi over supply; kebijakan pemerintah di sektor peternakan yang belum berpihak kepada industri peternakan ayam ras dalam negeri, terutama pada peternak mandiri; penegakan aturan yang dikeluarkan pemerintah lemah; dan jumlah peternakn rakyat mandiri terus menurun, dan termaginalisasi.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Pinsar Indonesia Eddy Wahyudin di Cibubur (21/11). Lebih lanjut ia memaparkan, kebutuhan DOC (anak ayam umur sehari) setiap minggunya diperkirakan sekitar 50-55 juta ekor DOC, namun produksinya masih di atas itu. Kondisi suplai berlebih tersebut menyebabkan jatuhnya harga DOC. Sedangkan meningkatnya harga pakan telah menyebabkan harga pokok produksi di tingkat peternak menjadi tinggi, dan harga jual masih di bawah harga acuan penjualan. “Bansos stunting memberi efek secara psikologis untuk meningkatkan harga dan penyerapan live bird (ayam hidup),” kata Eddy.
Dalam pandangan Pinsar Indonesia, beberapa catatan menyongsong 2024 yakni harapan akan terbentuknya ekosistem perunggasan yang bersifat sinergis, sehingga berdampak dan masyarakat selaku konsumen. Harga telur dan daging broiler yang membaik akan memberikan keuntungan yang lebih baik bagi para peternak sepanjang supply produksi baik telur maupun daging tidak mengalami penambahan ppopulasi. Kondisi ke depan perunggasan, dihdarapkan akan semakin baik jika dibarengi dengan regulasi-regulasi dari pemerintah, dalam hal ini dari Kementerian pertanian yang dalam kebijakan-kebijaknnya berpihak pada peternak rakyat.
Hal lain yang digarisbawahi adalah adanya upaya membangun keseimbangan hulu dan hilir melalui penetapan harga acuan pembelian atau penjualan (HAP) jagung, telur dan ayam. Sedangkan dalam rangka meningkatkan produksi jagung nasional mulai dari hulu hingga hilur, diharapkan untuk ditempuh dengan pemerataan pendistribusian dari sentra-sentra produksi ke wilayah-wilayah yang produktifitas jagungnya rendah.
Catatan berikutnya adalah, Eddy Wahyudin menandaskan perlu adanya peninjauan ulang mengenai regulasi yang berpihak kepada peternak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Dalam konteks penyerapan daging ayam dan telur,hal ini tidak hanya dilakukan dengan cara penunjukkan BUMN bidang pangan,namun seluruh produsen pakan dan DOC dapat bertanggung jawab untuk menyerap ketika harga di bawah harga acuan,” kata Eddy Wahyudin.
Untuk dapat meningkatkan daya saing produksi unggas di tingkat peternak rakyat, salah satu solusinya adalah bisa dengan melakukan efisiensi budidaya unggas. Efisiensi yang dibarengi dengan peningkatan produktifitas dapat terwujud dengan penerapan teknologi di lapangan. Teknologi semacam apa yang dapat membuat usaha budi daya berjalan efisien? CEO & Co-Founder BroilerX Prastyo Ruandhito dalam acara yang berbeda menyatakan, teknologi tersebut harus berbasis dengan kebutuhan. Artinya tidak harus mahal. Teknologi yang hendak digunakan juga harus mudah diakses dan memberikan manfaat serta dapat mengoptimalkan produksi. Selain itu, “teknologi juga harus dapat menekan biaya produksi, tanpa mengurangi performa, serta jelas kapan hitungan balik modalnya,” kata Prastyo Ruandhito.
Dalam pemanfaatan teknologi tersebut, kemampuan suatu usaha perunggasan untuk menyerap berbagai teknologi terkini menjadi faktor terpenting, sehingga adopsi teknologi dapat berlangsung dengan baik, dan dapat seoptimal mungkin dapat diraih manfaatnya. Untuk itu suatu usaha perunggasan harus bisa mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya untuk dapat mengadopsi teknologi digital, agar sebesar-besarnya termanfaatkan bagi aktivitas usaha yang dijalani.
“Keunggulan pemanfaatan teknologi inilah yang menjadi salah satu faktor penentu penting dalam peningkatan daya saing baik di tingkat regional maupun global. Jika hal itu bisa diterapkan oleh para pelaku usaha perunggasan di Indonesia, maka daya saing pun akan meningkat. Intinya usaha harus berjalan efisien, produksi maksimal, biaya ditekan seminimal mungkin dan ujungnya pendapatan peternak bisa meningkat,” kata Prastyo Ruandhito. AP