Agropustaka.id, Kabar. Surplus produksi ayam dan telur bukan hanya menjamin ketersediaan pangan dalam negeri, tetapi juga membuka peluang besar menembus pasar internasional. Berdasarkan data FAO, Indonesia saat ini menduduki peringkat ketujuh dunia sebagai produsen daging ayam dan ketiga dunia untuk produksi telur.
Makmun, Direktur Hilirisasi Hasil Peternakan, mengungkapkan bahwa surplus nasional pada 2024 tercatat sekitar 308 ribu ton daging ayam dan 172 ribu ton telur, yang membuka peluang untuk diarahkan ke pasar ekspor.
“Subsektor unggas Indonesia bukan hanya mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berdaya saing untuk menembus pasar global. Surplus produksi ini menjadi modal penting untuk memperkuat ekspor, termasuk ke negara-negara Afrika,” ujar Makmun dalam Webinar bertajuk “Peluang dan Potensi Akses Pasar Produk Unggas di Benua Afrika”, pada Senin (15/09). Acara dilaksanakan dalam rangka momentum Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan ke-189.
Makmun menambahkan perlunya strategi terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, serta perwakilan RI di luar negeri. Harmonisasi sertifikat kesehatan hewan dan penguatan diplomasi perdagangan disebut menjadi kunci untuk membuka akses pasar di Afrika.
Sejalan dengan itu, Duta Besar RI untuk Nigeria, Bambang Suharto, memaparkan kondisi konsumsi protein di Nigeria. Menurutnya, meskipun pemerintah Nigeria melarang impor produk unggas segar, peluang tetap terbuka melalui kerja sama di bidang bibit unggas, pakan, dan produk olahan bernilai tambah. “Nigeria sebagai pasar besar dengan lebih dari 220 juta penduduk masih menghadapi keterbatasan produksi unggas domestik. Di sinilah peluang Indonesia untuk masuk, baik melalui ekspor parent stock, produk pakan, maupun produk olahan berbahan ayam,” ujar Bambang.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Senegal merangkap Pantai Gading, Ardian Wicaksono, menekankan bahwa tren pertumbuhan kelas menengah dan urbanisasi di Afrika Barat semakin mendorong konsumsi protein hewani. Pantai Gading, misalnya, mencatat peningkatan konsumsi daging unggas yang diproyeksikan terus naik hingga 2030. “Senegal dan Pantai Gading menunjukkan prospek positif. Permintaan protein hewani meningkat seiring daya beli masyarakat yang membaik. Ini kesempatan bagi Indonesia untuk memperluas ekspor, baik produk unggas segar maupun olahan,” kata Ardian.
Yonatan, perwakilan Direktorat Pengembangan Ekspor Produk Primer Kementerian Perdagangan, menegaskan bahwa ekspor unggas menjadi langkah strategis untuk menyerap surplus produksi sekaligus menjaga stabilitas harga di dalam negeri. “Ekspor diperlukan sebagai solusi untuk menstabilkan harga, mengantisipasi risiko pelemahan daya beli domestik, dan mendorong industri ayam serta telur Indonesia naik kelas. Dengan kualitas yang konsisten, produk unggas kita akan lebih mudah menembus pasar global,” kata Yonatan. AP/DitjenPKH