Apakah Sapi Belgian Blue bisa menjadi Tulang Punggung pada Program Swasembada Daging Nasional 2026?

Agropustaka.id, Kabar. Pemerintah melalui Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya mewujudkan swasembada daging melalui berbagai program unggulan salah satunya adalah program pengembangan sapi belgian blue. Pada 15 Januari 2018, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menerbitkan SK Mentan No. 73 Th. 2018 tentang Pokja Pengembangan Sapi Belgian Blue di Indonesia. SK Mentan tersebut menggambarkan skema pengembangan sapi belgian blue di Indonesia yang melibatkan pakar-pakar di bidangnya dan para ahli.

Gatot Kaca sebagai sapi kelahiran murni belgian blue pertama di Asia Tenggara mengawali kiprah rumpun sapi double muscle (DM) untuk dikembangkan lebih lanjut. Saat ini Indonesia sudah mampu memproduksi embrio dan semen beku di Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, tercatat BET Cipelang mampu memproduksi 68 embrio dan 31.000 dosis semen belgian blue.

Dengan adanya Gatot Kaca, diharapkan rumpun sapi belgian blue dapat terus dikembangkan di Indonesia melalui sistem perkawinan Inseminasi Buatan (IB) dan Transfer Embrio (TE). Namun, apakah sudah tepat dengan dikeluarkannya SK Mentan tersebut mengenai target swasembada daging pada tahun 2026? Apakah dapat tercapai dengan sapi belgian blue?

Semua itu dibahas dalam sebuah webinar dengan tema Benang Merah Belgian Blue: Kelanjutan Perkembangan Sapi Belgian Blue sebagai Upaya dari Pemerintah Mencapai Swasembada Daging Nasional. Webinar yang diselenggarakan oleh Cattle Buffalo Club Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran tersebut pada 7 Nopember 2020 melalui sebuah aplikasi daring tersebut dihadiri oleh tidak kurang dari 500 partisipan berdasarkan akumulasi partisipan zoom dan live streaming youtube. Adapun narasumber yang hadir sebagai pemateri yaitu Gun Gun Gunara, S. Pt., MP. (Kasubdit Pengelolaan dan Sumber Daya Genetik Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan), Ir. Yanyan Setiawan, S. Pt., M. Si., IPM. (Seksi Pelayanan Teknik dan Pemeliharaan Ternak Balai Embrio Ternak Cipelang); Nuzul Widyas, S. Pt., M. SC. (Dosen Bidang Genetika dan Pemuliaan Ternak Universitas Sebelas Maret). Hadir juga sebagai pembahas yaitu Dr. Rochadi Tawaf, MS. (Sekretaris Jendral Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia), dan Dr. Ir. Andre Rivianda Daud, S. Pt., M. Si., IPM. (Dosen Bidang Sosial dan Ekonomi Peternakan Universitas Padjadjaran).

Menanggapi latar belakang dihadirkannya sapi belgian blue di Indonesia, menurut penjelasan Gun Gun Gunara, diawali dengan kurangnya ketersediaan daging sapi nasional. Sapi belgian blue digadang-gadang menjadi terobosan baru yang dapat menyokong pemenuhan kebutuhan protein hewani dalam rangka swasembada daging nasional. Lebih lanjut lagi dijelaskan, sapi belgian blue dapat menjadi breed baru yang unggul dari segi persentase karkas yang dihasilkan sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Seksi Pelayanan Teknik Pemeliharaan Ternak BET Cipelang Yanyan Setiawan menambahkan, sapi belgian blue dapat dikawinkan dengan sapi lokal yang ada di Indonesia dengan syarat bibit indukan bukan breed murni atau sekitar 75% BB. Diakui olehnya, kelahiran belgian blue murni sangat sulit dan 95% kemungkinan harus menjalani proses sesar, namun kelahiran sapi belgian blue crossing tercatat 96% kemungkinan dapat melahirkan secara normal. Gun juga memaparkan rencana penyebaran embrio dan semen beku yang diproyeksikan disebar di 12 provinsi di Indonesia.

Dosen bidang genetika dan pemuliaan ternak Universitas Sebelas Maret, Nuzul Widyas mengkaji lebih dalam mengenai sapi double muscle (DM) dari sudut pandang ilmu pemuliaan ternak. Ia mengungkapkan bahwa perototan pada sapi DM tidak dapat diturunkan setengahnya karena bersifat monogenik atau dipengaruhi oleh satu gen saja, artinya tidak ada sapi belgian blue campuran atau crossing. Lebih jauh lagi ia memaparkan potensi bahaya mutasi genetik yang tidak terkontrol di masyarakat jika embrio dan semen belgian blue disebar.

Rochadi Tawaf, Sekretaris Jendral Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) telah mengkaji mengenai dampak dari kebijakan pengembangan sapi belgian blue khususnya terhadap peternak lokal dalam aspek sosial dan ekonominya. Ia menyarankan agar pemerintah lebih berfokus dalam pengembangan sapi lokal endemik yang sudah teruji sesuai dengan ekosistem Indonesia secara optimal. Ia juga menyarankan pemerintah agar melakukan banyak kajian secara komprehensif dari aspek teknis, sosial dan ekonomis pengembangan sapi belgian blue di Indonesia.

Selaras dengan pernyataan Rochadi, Dosen bidang sosial ekonomi peternakan Universitas Padjadjaran, Andre Rivianda Daud mengungkapkan peternak lokal tidak berbicara mengenai pemenuhan kebutuhan daging karena peternak lokal lebih berfokus terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga. Ia menandaskan, upaya crossbreeding selama 40 tahun memang memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi daging nasional namun tidak berkontribusi dalam penambahan populasi sapi nasional.

Setelah pemaparan oleh pemateri, beberapa partisipan webinar memberikan pertanyaan dan saran kepada para pemateri, salah satunya dari Dewan Pakar PPSKI, Prof. Suhubdy, Ph.D yang mempertanyakan, mengapa pemerintah tidak berfokus pada pengembangan ternak lokal asli Indonesia, contohnya adalah kerbau tedong bonga yang harganya mencapai 1 miliar rupiah dan mampu meningkatkan kesejahteraan peternak lokal. Potensi kepunahan genetik lokal perlu diwaspadai jika nantinya semen dan embrio belgian blue disebar ke masyarakat secara tidak terkendali. AP