Agropustaka.id, Kabar. Badai beruntun menerpa perunggasan nasional sejak akhir 2018 lalu sampai dengan saat ini. Permasalahan carut marutnya pengelolaan tata niaga perunggasan akibat lebih pasok (over supply) mengakibatkan banyak “korban” terutama bagi peternak mandiri ayam broiler.
Tak berhenti pada kondisi yang diakibatkan oleh over supply perunggasan nasional, pandemi Covid-19 ikut memperparah perunggasan nasional. Hal itu menjadi bahasan dalam audiensi yang dilakukan oleh Forum Peternak Ayam Milenial Jawa Barat dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat pada jumat, 20 November 2020.
Forum Peternak Ayam Milenial Jawa Barat dalam edaran release yang diterima redaksi agropustaka.id menyatakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan di bidang perunggasan nasional.
Dari sisi pemerintah setidaknya telah mengeluarkan belasan Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjend PKH) Kementerian Pertanian mengenai pengurangan produksi atau yang dikenal sebagai SE pemotongan pengurangan produksi DOC (Day Old Chick/anak ayam umur 1 hari ) melalui mekanisme pengurangan telur tertunas (HE, hatching egg), tunda setting, ataupun afkir indukan ayam (PS, parent stok) sejak 2019 sampai dengan saat ini sebagai upaya menyeimbangkan suplai.
Mengutip sumber dari PINSAR dan GOPAN, Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Peternak Ayam Milenial Jawa Barat H. Nurul Ikhwan, S.Pt memaparkan, terbitnya SE Dirjend PKH ini seakan berulang, tidak serta merta memperbaiki harga jual ayam hidup ditingkat peternak namun lebih banyak berpengaruh langsung terhadap harga DOC.
Naiknya harga DOC menyebabkan harga pokok produksi (HPP) terkoreksi naik, sementara harga jual ayam hidup tak kunjung mencapai harapan sesuai dengan harga acuan pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 7 tahun 2020 pada tingkat 19.000 – 21.000 rupiah per kilogram.
Sementara itu di sisi lain, harga pakan ternak seakan tak pernah goyah stabil pada tingkat harga 7.000 rupiah per kg sejak 2018 sampai dengan saat ini. Bahkan di saat peternak mandiri belum kembali me-recovery usahanya dari keterpurukan harga jual ayam hidup, sayup terdengar produsen pakan ternak berencana menaikkan harga pakan sebesar 200 – 300 rupiah per kg dengan alasan sumber bahan baku pakan ternak terdampak akibat pandemi Covid-19, khususnya bahan baku yang dipenuhi melalui impor. Kondisi inilah yang setidaknya menyebabkan usaha budidaya peternak mandiri “kalah bersaing”, merugi, bahkan bangkrut dan terus tergerus.
Dari hasil audiensi dengan DKPP Jabar yang pada saat acara diwakili Kepala Bidang Produksi Peternakan DKPP Jabar Ir. Hj. Aida Rosana, peternak milenial mengharapkan agar Pemprov Jabar turut andil dalam menstabilkan harga ayam hidup di tingkat peternak rakyat di Jawa Barat.
Permintaan Forum Peternak Ayam Milenial Jawa Barat yaitu :
- Mengajak Pemprov Jabar dalam melibatkan BUMD di Jabar untuk bisa menyerap ayam hidup dari peternak ketika harga di bawah harga pokok produksi (HPP).
- Mengajak Pemprov Jabar menerbitkan harga acuan dari Permendag no.7/2020 agar semua pihak dapat mengikuti harga tersebut serta melibatkan Satgas Pangan Polda Jabar
- Meminta Pemprov Jabar untuk menengahi antara peternak dan korporasi besar yang ada di Jabar untuk menurunkan harga pakan dan juga anak ayam umur sehari (DOC), sesuai dengan harga acuan dari Permendag No.7/2020
- Meminta Pemprov Jabar dalam meningkatkan dan menjaga eksistensi peternak rakyat mandiri yang berada di wilayah Jawa Barat.
- Forum Peternak Ayam Milenial Jawa Barat mengajak Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat turut memperhatikan nasib peternak ayam di Jawa Barat.
Ikhwan berharap, semoga para pemangku kepentingan di Jawa Barat dapat segera langsung menyelesaikan permasalahan harga ayam hidup di peternak yang terus terkoreksi oleh pengusaha rumah potong hewan unggas (RPHU), korporasi besar di peternakan, dan bakul ayam atau bandar. AP