Agropustaka.id, Kabar. Masa brooding pada pemeliharaan ayam broiler menjadi fase yang sangat krusial dan menjadi penentu keberhasilan dalam proses budidayanya. Hal ini cukup beralasan karena pada masa ini terjadi proses perbanyakan sel (hiperplasia) dan perkembangan sel (hipertropi) yang sangat cepat pada organ penting anak ayam. Di sisi lain pada masa brooding, sistem termoregulasi (pengaturan suhu tubuh) anak ayam belum berkembang sempurna, sehingga tugas peternak adalah menciptakan lingkungan yang nyaman dan sesuai dengan kebutuhan anak ayam.
Menurut Head of Unit Madiun BroilerX drh Nanang Seno Utomo, manajemen brooding menjadi penentu keberhasilan performa broiler. Terdapat 5 titik kritis yang harus benar-benar diperhatikan oleh peternak, yaitu manajemen pakan, temperature, kualitas udara, pencahayaan, dan air minum.
“Terkait pakan, saya menyarankan untuk menggunakan pakan starter yang berbentuk fine crumble. Dengan ukuran yang kecil, akan lebih memudahkan anak ayam untuk berkenalan dengan pakan. Pemberian pakan harus diberikan dengan segera setelah DOC datang, secara cukup baik tempat, jumlah dan kualitasnya. Dengan segera mengonsumsi pakan, usus ayam bisa segera tergetak dan reseptor usus segera mengenal pakan, sehingga vili-vili dapat tumbuh secara maksimal dan saluran pencernaan bisa berkembang dengan baik,” jelasnya dalam acara Indonesia Livestock Club (ILC) Edisi Ke-31 yang mengangkat tema “Manajemen Brooding untuk Menekan Risiko Penyakit Necrotic Enteritis”. Acara yang diselenggarakan secara daring pada Sabtu (4/11) tersebut juga menghadirkan narasumber penting lain yakni praktisi kesehatan unggas drh Rizi Ahmada.
Mengenai manajemen pakan, Nanang Seno Utomo melihat bahwa penting untuk mengatur tata letak jalur pakan dan minum agar mudah dijangkau oleh ayam. Penempatan tempat pakan/feeder tube harus sedikit lebih rendah daripada tembolok ayam jika ayam berdiri tegak. Kemudian untuk memberi stimulasi ayam agar makan, maka pakan harus tetap tersedia dan terus ditambah (top dress). Hal ini bertujuan agar pakan yang tersedia tetap segar. Selanjutnya dalam 6-8 jam, 95 % DOC harus sudah makan dan minum. Hal ini bisa dilihat dengan mengecek tembolok anak ayam, minimal 1 % dari populasi yang tersebar di berbagai titik kandang.
“Titik kritis selanjutnya adalah manajemen temperature. Hal yang wajib dipahami adalah suhu internal anak ayam harus dipertahankan pada 40,4-40,6 oC. Apabila di bawah 40 oC akan terlalu dingin dan apabila melebihi 41 oC maka akan panting. Lantas bagaimana manajemen temperature pada brooding? Jadi sebelum memasukkan DOC, kita harus melakukan preheating pemanas radian dengan target suhu lantai antara 32 – 35 oC . Suhu lantai yang tidak tercapai akan membuat anak ayam tidak nyaman, feed intake turun dan kurangnya aktivitas,” jelasnya.
Kemudian, suhu rektal anak ayam harus dicek dengan standar rentang suhu antara 40,4-40,6 oC. Nanang Seno Utomo menambahkan, untuk mengetahui kenyamanan temperatur bagi ayam maka peternak harus melakukan pengamatan. Dimana ketersebaran dan tingkat aktivitas ayam menjadi parameter.
“Kualitas udara dalam kandang menjadi titik kritis berikutnya. Dalam hal ini, oksigen (O2) dibutuhkan untuk produksi panas dan energi selama pencernaan. Oksigen harus stabil di dalam ruangan kandang, dengan kadar harus di atas 19,5 %. Manajemen litter dan ventilasi yang baik memberikan oksigen yang cukup dalam kandang. Sebaliknya, karbon dioksida (CO2) yang terlalu tinggi dapat menghambat aktivitas ayam, konsumsi pakan dan air minum, menyebabkan ayam dehidrasi dan ascites. Kadar karbon dioksida harus berada di bawah 0,3 % atau 3000 ppm. Selain itu, parameter lain seperti CO, NH3 da debu juga harus diperhatikan dan diukur secara berkala,” tambah Nanang Seno Utomo.
Titik kritis manajemen brooding keempat yaitu manajemen pencahayaan. Pada masa brooding, dibutuhkan pencahayaan antara 40- 60 lux yang harus menerangi seluruh ruangan. Jangan sampai ada penghalang, seperti tiang, pemanas, labirin dll, sehingga yang diterima tidak sampai standar tersebut. Apabila terdapat bagian gelap pada brooding maka akan menyebabkan ayam cenderung tidak nafsu makan dan hanya tidur, sehingga feed intake rendah.
“Saat DOC datang, berikan pencahayaan dengan intensitas lebih dari 40 lux selama 24 jam, sehingga tidak ada bagian dari brooding yang gelap dan minim aktivitas ayam. Ketika DOC mencapai bobot 110-160 gram, maka program pencahayaan bisa dimulai dengan menurunkan intensitas cahaya secara gradual sejak umur 5 -14 hari hingga tercapai 5 – 10 lux. Kemudian lakukan juga fase gelap secara blok dan tidak terpisah. Artinya ketika fase gelap semua gelap, dan ketika pencahayaan semua terang. Program pencahayaan ini bertujuan untuk menjamin adanya waktu istirahat bagi ayam, memperbaiki keseragaman, mengurangi kematian dan memperbaiki feed konversi,” jelas Nanang Seno Utomo.
Terkait air minum sebagai titik kritis terakhir pada manajemen brooding, dijelaskan bahwa air minum yang berkualitas harus selalu tersedia dan terjangkau oleh ayam. Pasalnya perubahan pada konsumsi air minum akan berakibat langsung terhadap konsumsi pakan ayam. “Air yang diberikan merupakan air yang bersih dan segar dan dilakukan tes secara teratur terhadap kandungan zat kimia dan komposisi bakteriologis. Suhu air minum yang nyaman bagi ayam adalah di bawah 27 oC, apabila di atas itu berakibat rendahnya konsumsi pada ayam. Dan yang tidak kalah penting adalah letak atau ketinggian harus terjangkau bagi anak ayam. Untuk itu, tempat air minum harus selalu dicek ketinggian atau kedalaman nya setiap hari,” papar Nanang Seno Utomo. AP