agropustaka.id, kabar. Internet untuk segala atau Internet of Things (IoT) merupakan salah satu solusi berbagai permasalahan di perunggasan. Seperti minimnya sistem manajemen data untuk operasional peternakan, belum adanya alat untuk memantau kandang secara real time yang harganya terjangkau, serta belum adanya alat untuk menimbang ayam secara lebih mudah serta harganya terjangkau -maka IoT hadir untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal South East Asia Network of Animal Scienc (SEANAS) Prof Ali Agus dalam Poultry Preneur Academy (PPA) #Seri1 oleh Indonesia Livestock Alliance (ILA) dan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) pada Rabu (17/3). Ia menjelaskan, ilmu pengetahuan terkini seperti IoT tersebut tak kalah penting selain sumber daya manusia (SDM). Dengan penguasaan iptek, merupakan upaya antisipasi agar kompetitif. Iptek lain di perunggasan antara lain yakni di bidang breeding, feed and feeding, housing, dan lain-lain.
Dalam hal kualitas SDM, Ali Agus menandaskan generasi muda peternakan nasional tidak boleh kalah bersaing selepas keterbukaan antar negara ASEAN. Oleh karena itu, sangat penting memperkuat network selain hardskill berupa penguasaan teknologi dan kreativitas berinovasi.
“Tentunya dapat dilatih dengan terus memberikan pendidikan-pendikan seperti workplace, magang yang bersifat vokasional dan profesi. Ini pula menjadikan saya sangat getol mengejar ketinggalan profesi bagi sarjana peternakan agar naik derajat dengan menambah keterampilan dan skill menjadi insinyur,” ungkap Ali Agus, yang juga merupakan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tersebut.
Dalam menjawab tantangan yang ada, pihaknya telah menerapkan program pembelajaran berbasis keilmuan dengan label work based academy, yang merupakan kerjasama perguruan tinggi dengan pihak industri. Program itu dimaksudkan dengan tujuan melatih peserta untuk belajar terkait perunggasan dan manajemen clouse house (CH).
“Saat ini sudah berjalan beberapa termin dan angkatan. Saya kira ini langkah yang tepat dalam menciptakan human capital yang tanggap, terampil dan mumpuni dibidang manajemen perkandangan,” ungkapnya.
Ali Agus mencontohkan Brasil sebagai negara yang mampu berdaya saing terutamanya dalam perunggasan. “Brasil bisa seperti itu faktor utamanya investasi di sumber daya manusia (SDM), lalu lahan yang luas yang didukung dengan inovasi serta teknologi yang mumpuni. Faktor lainnya tentu regulasi usaha. Indonesia harus belajar banyak dengan Brasil terutama terkait perunggasan,” jabar Ali Agus.
Ali Agus pun mengapresiasi para breeder yang telah berhasil mengembangkan genetik ayam. Ini merupakan kombinasi antara teknologi pemuliaan, teknologi pakan, dan kesehatan ternak. Ali Agus menyarakankan agar peternak segera meninggalakan kandang terbuka (open house) ke CH. Bahkan jika ingin lebih efisien lagi dapat dilakukan CH yang bertingkat terutama di Jawa yang lahannya semakin menipis. “Kalau hanya mengandalkan sistem konvensional, mengakibatkan biaya produksi akan lebih tinggi,” katanya.
Guru Besar dan Wakil Dekan I Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang M Halim Natsir menambahkan, jika ingin menjadi wirausaha tidak hanya membutuhkan technical skill, social skill namun diperlukan mental skill. Kondisi ini tentu menjadi peran perguruan tinggi dalam membentuk jiwa kewirausahaan.
“Walhasil perguruan tinggi tidak hanya sekadar memberikan ilmu dan pengetahun yang kaitannya dengan konsep kewirausahaan. Lebih dalam lagi harus mampu mempraktekkan dan menerapkan ilmu dan pengetahuan tersebut. Agar setelah lulus menjadi sarjana sudah siap terjun langsung dilapangan. Sehingga ini menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan,” jelasnya. Ia juga mengutip data dari buku Origin of Entrepreneur, bahwa ide dalam berwirausaha 43 % didapatkan dari pengalaman kerja.
Menjadi wirausaha yang sukses, ujar Halim ada 3 kunci pokok, yaitu the first (pertama) artinya yang pertama kali menciptakan produk, jasa, dan usaha sehingga kesuksesan yang dimilikinya akan besar. Lalu the best (paling baik) manakala produk yang dihasilkan mempunyai nilai yang bagus dan terbaik dibandingkan dengan yang lain.
Disini tentu tidak hanya SDM yng bermain namun dibutuhkan Iptek. Dan ketiga adalah the different (berbeda), yakni dalam berwirausaha yang sukses maka produk atau usaha yang dijalankan berbeda dari yang lain.
Iqbal Alim selaku Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak Ditjen PKH mengatakan, jika pemerintah saat ini terus mendorong kewirausahaan kepada peternak melalui pengembangan kelompok tani ternak untuk mewadahi kepentingan peternak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dengan terbentuknya kelompok tani ternak unggas menjadi wadah untuk mentautkan kepentingan peternak melalui kerjasama (partnership) kepada perusahaan terintegrasi.
Usaha perunggasan yang dimitrakan meliputi ternak peternak dapat memilih kemitraan usaha peternakan ayam ras pedaging dan komoditas ternak lainnya. Lalu ada produk hewan kemitraan dapat diwujudkan dengan memilih kemitraan pemotongan ayam (RPHU) untuk menghasilkan produk hewan berupa karkas, parting, boneless atau processing. “Berikutnya dan yang terkahir berupa prasarana dan sarana produksi meliputi DOC, pakan, OVD, sarana kandang dan lainnya,” kata Iqbal. (sumber: trobos/ed/zul)