Agropustaka.id, Kabar. Serangan penyakit selalu menjadi tantangan serius dalam proses budi daya ayam ras. Terlebih, beragamnya penyakit yang ada di lapangan menuntut perhatian serius bagi peternak, agar dampak negatif yang akan muncul dapat dihindari. Langkah pencegahan seperti vaksinasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengantisipasi hal tersebut.
Vaksin merupakan mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan atau dimodifikasi, yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh tidak menyebabkan sakit tetapi menimbulkan kekebalan terhadap mikroorganisme tersebut. Ia menambahkan bahwa vaksin itu bukan hanya berasal dari virus semata, namun juga bisa berasal dari bakteri seperti, vaksin coriza yang diberikan pada ayam ras petelur. Kemudian juga ada vaksin dari protozoa, yang digunakanan untuk vaksin koksidia.
“Kenapa ayam harus divaksin? Pada ayam yang tidak divaksin maka tidak ada kekebalan atau dalam tubuh ayam itu atau kekebalannya kurang. Ketika ada mikroorganisme dari luar, maka virus itu akan akan bertambah banyak di dalam tubuh ayam dan ikut keluar bersama feses ayam. Mungkin ketika masuk ke ayam hanya 3, keluar bisa berkali-kali lipat. Dan karena tidak ada pertahanan sama sekali dalam tubuh ayam, maka dapat menyebabkan sakit atau bahkan mengalami kematian,” kata Sales Support Manager Sanbe drh. Rosalia Ariyani dalam Indonesia Livestock Club (ILC) Edisi 32 yang mengangkat tema “Vaksinasi Unggas” (25/11). Hadir pula narasumber penting lain dalam ILC tersebut yakni Head of Region DIY & Central Java BroilerX drh. Lucky Yudhistira.
Rosalia Ariyani menjelaskan, pada ayam yang telah divaksin, meskipun banyak mikroorganisme di luar, namun karena ayam sudah divaksin maka memiliki daya tahan tubuh yang tinggi. Apabila mikroorganisme tersebut masuk ke dalam tubuh ayam, maka tidak mampu bertambah banyak atau justru akan dimusnahkan oleh kekebalan yang ada di dalam tubuh ayam. Sehingga walaupun ada virus yang keluar itu jumlahnya menjadi sangat sedikit atau bahkan tidak ada.
Vaksin yang baik adalah vaksin yang sesuai dengan penyebabnya atau mikroorganisme yang menyerang ayam. Jadi ketika berbicara di Indonesia, sebaiknya menggunakan vaksin yang menggunakan bahan atau material biologi yang juga berasal dari Indonesia. Hal ini akan lebih sesuai atau istilahnya homolog antara vaksin dan penyakit yang menyerang. Sehingga hasilnya akan jauh lebih baik dibanding menggunakan virus yang tidak sama asalnya misalnya bahannya diambil dari Afrika yang tentunya belum tentu cocok dengan kondisi di Indonesia.
“Bagaimana kita mengetahui program vaksinasi berhasil? Mungkin, indikator keberhasilan yang paling terlihat adalah tidak adanya kasus penyakit. Misalnya, setelah memberikan vaksin Newcastle Disease (ND), jika selama periode pemeliharaan tidak ada kasus ND, itu bisa dianggap berhasil. Kemudian untuk mengukur keberhasilan vaksinasi, salah satu indikator yang dapat digunakan adalah monitoring titer antibodi. Setelah memberikan vaksin aktif, kita dapat mengukur titer antibodi 2 minggu setelah pemberian vaksin. Jika titer antibodi tinggi, itu menunjukkan keberhasilan, terutama pada ayam muda,” tambah Rosalia Ariyani.
Namun demikian, kegagalan vaksinasi dapat saja terjadi karena berbagai faktor. Misalnya, seperti memberikan vaksin pada ayam yang sedang dalam masa inkubasi atau sedang sakit. Ini dapat menghasilkan kekebalan yang tidak optimal. Faktor lain yang dapat memengaruhi keberhasilan vaksinasi adalah adanya imunosupresif atau faktor-faktor yang menekan kekebalan. Selain itu, kondisi penyimpanan pakan juga dapat memainkan peran, seperti kelembaban yang menyebabkan pertumbuhan jamur pada pakan. AP