Menunggu Data Produksi dan Permintaan Nasional yang Akurat untuk Stabilisasi Harga Ayam

agropustaka.id, kabar. Dalam dua bulan terakhir, harga ayam di tingkat peternak mulai membaik dengan adanya kebijakan jangka pendek berupa pengendalian produksi. Untuk jangka panjang, dibutuhkan data produksi dan permintaan secara nasional agar perunggasan nasional tidak kembali merugi.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mencatat, sejak 26 Agustus hingga 28 November 2020, ada lima surat edaran yang diterbitkan sebagai upaya stabilisasi sektor perunggasan. Upaya dilakukan melalui pengendalian produksi day old chicken final stock (DOC FS).

Melalui kebijakan ini, petugas informasi pasar mencatat, sepanjang September-November 2020, harga ayam hidup secara rata-rata nasional naik sebesar 9,45 persen hingga mencapai Rp 20.479 per kilogram. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah menyampaikan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pandemi telah berdampak pada penurunan permintaan daging ayam hingga 43 persen. Konsumsi pun terkoreksi dari 12,79 kg/kapita menjadi 10,1 kg/kapita.

Dalam kondisi normal, produksi mencapai 3,48 juta ton dengan kebutuhan sebesar 3,44 juta ton. Akibat Covid-19, kebutuhan menurun hingga 2,2 juta ton. Karena itu, produksi harus ditekan agar harga tidak terlampau anjlok. ”Apa yang kami lakukan ini sifatnya jangka pendek untuk mengurangi produksi agar tidak terjadi oversupply (kelebihan pasokan) di pasar. Ke depan, perlu kelembagaan logistik, harus ada ”bulog”-nya ayam karena sudah masuk bahan pokok penting,” kata Nasrullah.

Diskusi ini mengemuka dalam webinar bertema ”Mengembalikan Kejayaan Perunggasan Nasional”. Webinar juga membahas revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi.

Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan (Pinsar) Indonesia Singgih Januratmoko mengapresiasi surat edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mampu menciptakan keseimbangan produksi dan permintaan sehingga peternak broiler kembali menikmati keuntungan. Kebijakan ini memberikan harapan baru bagi peternak di seluruh Indonesia. ”Kami melihat, ancaman di 2021 masih akan sama, yaitu terjadi oversupply, maka harapan kami tetap ada pengendalian sampai Juni 2021. Tuntutan peternak itu sangat sederhana, yaitu untung,” kata Singgih.

Kebutuhan data yang mendesak

Dalam proses revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 yang masih dibahas, salah satunya akan ada kewajiban pelaporan data teknis tentang performa peternakan, populasi, produksi, dan distribusi. Transparansi dan validitas data dibutuhkan agar kebijakan yang dibuat dapat efektif.

”Saat ini proses revisi sudah sampai tahap ketiga dan nanti pada tahap kelima akan ada public hearing (dengar pendapat publik). Kami mengimbau, baik peternak maupun korporasi memberikan data yang valid sehingga kita tahu berapa produksi dan kebutuhan sebenarnya,” ujar Nasrullah.

Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Achmad Dawami mengatakan, untuk menjaga agar industri perunggasan berkembang baik, perlu ada koordinasi di antara penyedia DOC. Dengan begitu, tidak akan terjadi kelebihan pasokan. ”Di sisi hulu, data perunggasan harus akurat dan impor GPS (grand parent stock atau indukan ayam) memperhatikan keseimbangan pasokan dan permintaan. Jaringan distribusi juga harus sedekat mungkin dengan konsumen,” kata Achmad.

Senada dengan itu, akademisi Institut Pertanian Bogor, Rachmat Pambudy, berpendapat, dalam jangka panjang memang diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan. Perlu harmonisasi pola kemitraan antara industri unggas terintegrasi dengan peternak dan seluruh pemangku kepentingan agar saling menguntungkan.

Peta jalan pengembangan unggas nasional

Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan dan Perikanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pujo Setio mengatakan dibutuhkan peta jalan untuk mengembangkan perunggasan nasional. Kebijakannya harus setara dengan kebijakan beras. ”Sektor perunggasan ini sangat potensial dan dapat kita kembangkan lebih lanjut. Saat ini adalah momentum untuk menyiapkan BUMN (badan usaha milik negara) untuk menangani perunggasan agar stabilitas harga tetap terjaga,” tutur Pujo.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyampaikan, ketegasan dari pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan kepastian bagi semua pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir. Dengan begitu, sistem yang dibangun akan menjadi acuan.

”Ke depan, karena ini lintas sektoral, sebaiknya yang mengoordinasikan roadmap (peta jalan) tidak hanya Kementan, tetapi Kemenko Perekonomian juga terlibat. Dengan demikian, setelah persoalan produksi teratasi, persoalan stabilitas harga juga terselesaikan. Pada akhirnya tidak hanya mengembalikan kejayaan perunggasan, tetapi menjadi raising star,” kata Enny.

Peternak Mandiri Malang, Kholik, juga mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk menyeimbangkan produksi dan permintaan ayam hidup guna menjaga stabilitas harga. Peternakan itu milik kita bersama, mari saling bersinergi demi kemajuan unggas nasional dan jangan saling mematikan. Pemerintah yang sukses adalah yang melindungi usaha rakyat,” ujar Kholik. ap (kcm)