Agropustaka.id, Kabar. Sistem ketelusuran (traceability) dalam rantai pasok sapi pedaging menjadi salah satu solusi untuk dapt membantu mengatasi permasalahan hulu ke hilir yang disebabkan mafia sapi.
“Pemegang kewenangan dan hukum perlu mengetahui bila produsen telah mengikuti praktik pemotongan hewan yang baik untuk memenuhi rantai nilai dan produksi daging sapi. Kasus pengoplosan daging serta permainan harga yang diakibatkan oleh mafia sapi dari hulu ke hilir masih sering ditemukan, sehingga sistem ‘traceability’ merupakan salah satu solusi untuk mengatasinya,” kata Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB Prof Kudang Boro Seminar dalam sebuah online training yang diselenggarakan oleh Forum Logistik Peternakan Indonesia (FLPI) dan Fakultas Peternakan IPB, pada 19 September 2020 lalu.
Training Online yang mengangkat tema ‘Ketertelusuran (Traceability) pada Rantai Pasok Sapi Potong Berbasis Teknologi Informasi’ tersebut menghadirkan pula narasumber dari kalangan praktisi, yakni Supply Chain Manager PT. Tanjung Unggul Mandiri (TUM) Tri Nugrahwanto.
Konsep ketertelusuran berbasis teknologi informasi adalah sistem yang harus segera diimplementasikan di Indonesia karena sistem ketelusuran untuk sapi lokal belum ada, kata Kudang. Ia menguraikan, dengan adanya sistem tersebut, perjalanan suatu produk agroindustri mulai dari awal penemuan bibit unggul sampai ke tangan konsumen beserta pihak yang terlibat di dalamnya akan lebih mudah diidentifikasi dan diawasi.
Selain itu, sistem ketertelusuran berbasis teknologi informasi tidak terbatas ruang dan waktu serta kemampuan mengakses informasi lebih cepat dengan bantuan satelit. Perubahan sistem pelacakan sapi digital menggunakan radio frequency identification (RFID) itu dapat menjadikan pengawasan terhadap pelaku usaha sapi potong lebih terpadu, memenuhi prinsip animal welfare dan penjaminan kehalalan. “Jadi pada dasarnya kita dapat mengusung ‘food protection’, ‘food defense’, ‘sustainability’ dan ‘security’,” kata Kudang.
Supply Chain Manager PT Tanjung Unggul Mandiri Tri Nugrahwanto menambahkan, praktik sistem ketertelusuran mulai diterapkan usai penghentian ekspor sapi Australia pada tahun 2011. Ia mengatakan penghentian ekspor sapi ini diketahui karena pelaku usahanya melakukan pelanggaran prinsip kesejahteraan hewan (animal welfare).
Ia menjelaskan, sistem pelacakan pada industri penggemukan sapi dilakukan mulai dari unloading sapi di pelabuhan hingga rumah pemotongan hewan (RPH) maupun pedagang. Sistem tersebut juga dipraktikkan untuk memenuhi rantai pasok dengan adanya audit pada setiap lini.
Manfaat lain dari sistem ketertelusuran berbasis teknologi informasi yakni dalam perannya dalam meningkatkan potensi ekonomi peternak melalui keterlacakan data sapi hingga penentuan kisaran harga pasar dapat tercipta lebih baik. AP (sumber: flpi ipb, antara)