Hari Susu Nusantara dan Program Pembagian Susu Gratis

Agropustaka.id, Pemikiran. Memperingati Hari Susu Nusantara tanggal 1 Juni 2024, tidaklah salah dan berlebihan kalau ada pihak yang memberikan penilaian bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat di Negara kita saat ini dalam keadaan darurat atau lebih ekstrem lampu merah. Tentunya penilaian itu ada dasarnya. Kita lihat sekilas bagaimana kondisi peternakan sapi perah rakyat yang ada di Negara kita yang sebenarnya merupakan penghasil “ emas putih “.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian cq. Ditjen Peternakan dan PKH, produksi susu segar sebagai hasil usaha peternakan sapi perah dalam negeri hanya mampu memasok dibawah 20 persen dari kebutuhan nasional. Ini berarti bahwa untuk memenuhi konsumsi susu yang nota bene per kapita masih rendah yakni sekitar 16 liter/kapita /tahun, kita masih impor. Indikator lain adalah bahwa populasi sapi perah rakyat sangat stagnan dalam kurun waktu dua dekade.

Pada saat ini produksi susu segar dalam negeri di bawah 1 (satu) juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan sudah mencapai sekitar 4,5 juta Ton setara susu segar. Indikator kedua, data dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia ( GKSI) jumlah koperasi susu primer yang menjadi wadah dari peternak sapi perah jumlahnya menyusut dari waktu ke waktu. Saat ini jumlah koperasi susu primer 55 unit. Bandingkan sepuluh tahun yang lalu berjumlah 95 buah yang tersebar di Jawa Barat, jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Ketiga produksi susu segar yang dihasilkan peternakan sapi perah rakyat lebih dari 20 tahun dapat dikatakan sangat stagnan. Populasi sapi sapi perah juga tidak menunjukkan pertambahan yang signifikan. Terlebih di tahun 2013 telah terjadi pemotongan sapi perah betina yang sangat tinggi dan di tahun 2022 ribuan sapi perah mati karena Penyakit Mulut dan Kuku.

Peternakan sapi perah rakyat dari tahun ke tahun tidak mengalami kemajuan yang berarti. Masalah klasik yang telah berjalan berpuluh tahun adalah bahwa peternakan sapi perah rakyat bertumpu pada peternak rakyat yang memiliki sapi antara 2 – 4 ekor. Masih sangat jauh dari standard ideal minimal memelihara 10 ekor sapi yang laktasi. Masalah kedua biaya produksi susu segar peternak rakyat tidak seimbang dengan harga susu segar yang mereka terima.

Kenaikan harga pakan baik berupa pakan hijauan ataupun pakan konsentrat terus meningkat dan efeknya adalah peternak tidak mampu memberikan pakan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan sapi mereka. Masalah ketiga, sampai saat ini pemasaran susu segar yang dihasilkan peternak sapi perah rakyat masih tergantung kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) di mana pemasarannya melalui wadah koperasi. Hampir 90 persen susu segar yang dihasilkan dipasarkan ke IPS sebagai bahan baku melalui wadah koperasi. Peternak sapi perah rakyat praktis tidak pernah menikmati nilai tambah dari susu segar yang mereka hasilkan.

Dengan perkataan lain posisi tawar peternaak sapi perah terhadap Industri Pengolahan Susu sebagai pasar utama sangat lemah. Masih banyak lagi masalah dan tantangan yang mereka hadapi yang berimbas bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat sebagai penghasil susu segar secara nasional tidak berkembang secara signifikan.

Kondisi vs Industri Persusuan

Suatu realita bahwa kondisi peternakan sapi perah rakyat bertolak belakang dengan industri persusuan secara umum. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat 84 industri yang berbasis bahan baku susu dengan kapasitas mesin terpasang untuk memproses sekitar 5,5 juta ton susu setara susu segar. Kita bandingkan sebelum reformasi hanya terdapat kurang dari 10 buah pabrik pengolahan susu. Selain dari pada itu dalam kurun limabelas tahun terakhir beberapa korporasi besar telah melakukan investasi di sector hulu membangun peternakan sapi perah skala besar.

Banyak korporasi yang yakin bahwa industri persusuan memiliki prospek yang cerah selaras dengan semakin tingginya masyarakat kelas menengah dan atas serta semakin meningkatnya masyarakat yang sadar gizi. Iklan yang sangat intens menawarkan produk susu di berbagai mass media dan sarana advertising lainnya merupakan manifestasi tumbuh dan cerahnya prospek industri persusuan.

Pada saat bangsa Indonesia memasuki rangkaian Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024 – 2029, masyarakat peternak sapi perah rakyat menyambut dengan antusias dan menaruh harapan besar ketika salah satu Capres –Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka menyampaikan janji politik dalam kampanyenya antara lain akan melaksanakan program pembagian susu gratis. Harapan tersebut semakin membesar ketika ternyata pasangan Capres – Cawapres nomor urut 02 tersebut telah terpilih dan memenangkan konstestasi Pilihan Presiden dan Wakil Presiden di tahun 2024.

Para peternak sapi perah rakyat sangat yakin bahwa program pembagian susu gratis yang akan dilaksanakan setidak tidaknya mulai tahun 2025 yang akan datang akan merupakan stimulan dan gebrakan politik yang akan memacu peternakan sapi perah rakyat. Setidak tidaknya ada peluang untuk mengembangkan peternakan sapi perah rakyat yang selama ini terseok seok.

Janji Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk merealisasi Program Pembagian Susu Gratis adalah suatu janji dan gebrakan politik yang sangat berani dan strategis. Memang tidak mudah dan tidak murah untuk realisasinya. Tetapi dampak ekonomi dan sosialnya dalam jangka panjang akan sangat besari. Bukan hanya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia utamanya generasi muda, tetapi juga akan mendorong percepatan usaha peternakan sapi perah rakyat.

Usaha peternakan sapi perah rakyat akan berkembang secara bertahap sehingga permasalahan klasik yang ada saat ini akan diatasi. Kita yakin dengan perencanaan yang komprehensif maka program pembagian susu gratis akan memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian nasional. Intinya bahwa program pembagian susu gratis harus dikaitkan dengan pengembangan peternakan sapi perah rakyat.

Butuh Putusan Politik

Pertama, ada pengaturan ulang untuk impor susu yang dikaitkan dengan penyerapan susu segar seperti yang pernah dilakukan Pemerintah Presiden Suharto melalui Inpres No. 2 tahun 1985. Hal ini juga dimaksudkan agar ada perlindungan kepada peternak sapi perah rakyat yang posisi tawarnya lemah.

Kedua, melakukan impor sapi perah secara besar besaran diiringi dukungan skim kredit yang lunak . Peternak harus diberi kesempatan untuk memiliki dan memelihara sapi dalam skala minimal yang ideal yakni 10 ekor sapi laktasi.

Ketiga, diberlakukan subsidi atas harga sapi impor yang diperlihara oleh peternak dengan pertimbangan apabila tanpa subsidi dipastikan usaha peternakan sapi perah dengan sapi eks impor tidak fisibel atau layak usaha.

Keempat, perlu ada aturan agar peternak yang menjual susu segar produksi mereka berkesempatan memiliki saham pada Industri Pengolahan Susu di mana peternak menjual susu segarnya. Setidak tidaknya peternak rakyat dapat ikut menikmati nilai tambah dari susu segar yang mereka hasilkan.

Keputusan politik di atas hanya dapat terwujud apabila ada “cawe cawe” dan keseriusan Pemerintah yang didukung oleh lembaga legislatif Dewan Perwakilan Rakyat.

AP/Neraca/Teguh Boediyana, Ketua Dewan Persusuan Nasional