Memacu Pertumbuhan Industri Perunggasan Indonesia

Agropustaka.id, Pemikiran. Pada Produk Domestik Bruto(PDB) peternakan Triwulan III pada 2023, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) telaj mengalami pertumbuhan mencapai 1,73 % lebih baik dibandingkan dengan Triwulan III pada 2022. Adapun kontribusi sektor perunggasan,kontribusi produk unggas sudah mencapai 2/3 dari konsumsi protein masyarakat Indonesia, sehingga ternyata bisnis perunggasan memberikan kontribusi yang sangat besar.

“Produksi unggas telah menyumbang 60 % terhadap PDB peternakan, berkontribusi 80,77% terjadap total produksi ternak. Perunggasan telah menyerap sekitar 10 % dari tenaga kerja nasional dengan omset mencapai Rp 700 triliun per tahun. Unggas kita memberikan sumbangan produksi daging atau karkas yang sangat besar. Pada perkembangan produksi ayam pedaging dari 2019 sampai 2023 yakni 3,4 – 3,9 juta ton setara dengan karkas. Sedangkan produksi telur pada  2019 sampai 2023 mencapai 4,7 – 6,117 juta ton. Data ini kita ambil dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan),”kata Ketua IV Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Asrokh Nawawi dalam Webinar Risnov Ternak Series 6 bertema “Ekonomi Tumbuh, Bisnis Peternakan Masih Lumpuh. Ada Apa? “ dalam sebuah aplikasi daring pada Selasa (28/11).

Asrokh menjelaskan, produksi perunggasan terus meningkat karena berbagai faktor, yakni konsumsi yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, produktifitas industri perunggasan yang semakin baik, efek dari perbaikan genetika, serta jumlah breeders yang semakin bertambah.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa industri perunggasan masih terseok-seok? Hal itu disebabkan karena adanya efek dari banyaknya impor grand parent stock, naiknya harga pokok produksi (HPP) akibat efek naiknya harga sapronak, daya beli yang terganggu akibat efek dari pengetatan kebijakan moneter yang sangat berpengaruh pada pengeluaran konsumsi, dan panjangnya mata rantai, serta industri yang belum siap untuk hilirisasi.

Untuk mengatasi tantangan perunggasan seperti itu, ia menyarankan beberapa alternatif solusi, antara lain yakni penyederhanaan mata rantai pasok perunggasan, peningkatan konsumsi masyarakat akan produk hasil unggas, kepastian ketersediaan dan stabilisasi harga jagung oleh pemerintah, penyediaan alternatif bahan baku untuk formulasi pakan, mendorong kemitraan strategis demi mencapai efisiensi dan jaminan harga, serta pelaksanaan hilirisasi perunggasan sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. ap/gppu