Agropustaka.id, Pemikiran. Secara sederhana smart farming merupakan sebuah konsep pertanian yang menggunakan berbagai teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan sebuah usaha produksi. Pada sektor perunggasan, smart farming dapat menjadi alternatif solusi bagi berbagai macam tantangan, mulai dari keterbatasan sumber daya, fluktuasi harga hingga perubahan cuaca yang ekstrem.
Hal ini seperti penjelasan CEO & Co-Founder Broilerx Prastyo Ruandhito dalam acara Indonesia Livestock Club (ILC), yang diselenggarakan pada rangkaian acara ILDEX 2023, di Tangerang, beberapa waktu lalu. Hadir pula sebagai narasumber dalam ILC tersebut yakni Presiden Komisaris BroilerX/Ketua GPPU Jatim Periode 2004-2012 Ir Heri Mulyanto, Guru Besar Fapet UGM/Ketua Badan Kejuruan Teknik Peternakan, Persatuan Insinyur Indonesia (BKT Peternakan, PII), Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA., IPU., ASEAN Eng, dan Ketua Umum Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) Prof. Dr. Ir. Osfar Sjofjan, M.Sc.,IPU., ASEAN Eng.
Menurut Prastyo Ruandhito, pada dasarnya smart farming dimulai dari bagaimana mengumpulkan berbagai data (langsung maupun tidak langsung) yang dimasukkan pada sebuah penyimpanan (cloud), kemudian akan diolah oleh artificial intelligence (AI). Hasil dari AI ini dapat membantu peternak untuk memutuskan atau memberikan sebuah perlakuan pada ternak seperti pengaturan pakan, air minum, pengaturan kipas yang bisa disambungkan dengan teknologi IoT dan automatisasi.
“Data menjadi sebuah hal yang sangat penting agar teknologi digital bisa berjalan. Untuk itu BroilerX memulai dengan digitalisasi pendataan secara lebih mudah dan sederhana melalui BroilerX Apps. Pasalnya kegiatan pendataan ini menjadi hal sederhana yang belum dianggapp serius oleh peternak. Kemudian hal ini dielaborasi dengan IoT, yang memungkinkan peternak dapat memantau kondisi lingkungan kandang secara real time, seperti suhu, kelembaban, ammonia. Peternak juga dapat mengontrol kondisi kandang secara otomatis hanya menggunakan smartphone,” tambahnya.
Dari berbagai data yang telah tersimpan, kemudian akan dikelola oleh Artificial Intelligence, sehingga peternak akan mendapatkan berbagai insight terkait perkembangan ayam seperti feed conversion ratio (FCR), index performance (IP), dan juga harga pokok produksi (HPP) dari waktu ke waktu usia pertumbuhan ayam berjalan. Hal ini tentu dapat menjadi sebuah pedoman bagi peternak sehingga manajemen yang diberikan bisa tepat sasaran. Berdasarkan praktik yang telah dilakukan, penggunaan teknologi digital dari BroilerX mampu menghemat biaya listrik sekitar 60% dan mereduksi biaya pemanas hingga 90%. Tak hanya itu data yang telah diolah AI juga dapat memberikan prediksi tantangan ke depan, sehingga peternak bisa menyusun strategi antisipasi.
“Dalam lingkup makro, secara prinsip teknologi digital ini juga dapat digunakan sebagai tools untuk menghitung data populasi ayam di Indonesia secara akurat, sehingga permasalahan ketidakseimbangan supply demand bisa diselesaikan. Namun tak bisa dipungkiri bahwa industri ini belum bisa se-terbuka industri motor yang setiap tahunnya bisa mengeluarkan data yang akurat. Dalam hal ini, BroilerX mencoba terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk turut serta berkiprah di dunia perunggasan, salah satunya dengan Berdikari. Pasalnya selain efisiensi produksi melalui teknologi, kolaborasi juga merupakan kunci untuk bisa bertahan di ekosistem perunggasan saat ini,” tegas Prastyo. AP