Alternatif Pasar untuk Susu Segar

Agropustaka.id, Kabar. Inisiatif Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Barat memasukkan susu produksi peternak dalam program subsidi pangan dan bantuan sosial layak mendapat apresiasi. Program itu membuka akses pasar bagi peternak sapi perah dalam negeri.

Konsumsi susu dan segenap produk turunannya oleh masyarakat Indonesia sejatinya terus naik. Namun, sejumlah keterbatasan dan kebijakan membuat peternak sapi perah dalam negeri semakin terdesak, tersingkir oleh persaingan yang semakin ketat. Mereka membutuhkan perlindungan dan alternatif pasar.

Jumlah peternak, populasi sapi perah, kelembagaan koperasi, dan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) dari peternakan rakyat cenderung turun. Sejumlah lembaga menyebut porsi SSDN dalam struktur konsumsi susu nasional terus turun dari sekitar 50 persen tahun 1990-an menjadi kurang dari 20 persen saat ini.

Padahal, kebutuhan susu cenderung naik. Asosiasi Industri Pengolahan Susu memperkirakan, kebutuhan pasar susu nasional mencapai 6,5 juta ton tahun 2020, naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan tahun 2010 yang masih 3,2 juta ton.

Turunnya kontribusi SSDN tergambar dari pertumbuhan produksi yang kalah cepat dibandingkan dengan permintaannya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rata-rata konsumsi atau permintaan susu tumbuh 11,73 persen selama kurun 2015-2018, sementara produksi SSDN tumbuh 6,13 persen.

Ancaman impor susu
Pertumbuhan konsumsi sebenarnya adalah peluang. Ada pasar susu dan produk turunan susu yang teramat besar dari 270 juta penduduk Indonesia. Namun, apakah peternak rakyat makin sejahtera? Hal yang tampak, selain meningkatnya impor komoditas susu dan turunannya, adalah berdirinya peternakan-peternakan skala besar yang berharap bisa menangkap peluang pasar.

Lalu ke mana peternak sapi perah nasional? Ketika impor susu bubuk penuh (whole milk powder), susu bubuk rendah lemak (skim milk powder), mentega (butter), lemak susu yang dikeringkan (anhydrous milk fat), bubuk whey (whey protein concentrate), dan yogurt terus naik, peternak sapi perah di dalam negeri masih kesulitan menjual hasil panennya dengan harga layak dan lancar.

Saat sejumlah wilayah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna meredam penularan virus korona pada April 2020, misalnya, sebagian susu produksi peternak di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur tidak terserap oleh industri pengolahan. Sebagian susu terpaksa dibuang karena telanjur basi dan tidak ada sarana penyimpan yang layak.

Pasar adalah jantung bagi industri peternakan sapi perah rakyat. Ketika akses pasar terbuka, ”darah” mengalir dan menghidupi sentra-sentra peternakan, koperasi, kandang, dan dapur rumah tangga peternak yang sebagian besar tinggal di perdesaan. Sebaliknya, ketika pasar tertutup, aroma kemuraman yang terembus. Apalagi, struktur pasar susu cenderung oligopsoni, yakni banyak penjual (peternak) dengan segelintir pembeli (industri pengolahan), membuat peternak tak berdaya menentukan harga.

Oleh karena itu, inisiatif seperti ditempuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui badan usahanya, PT Food Station Tjipinang Jaya, menyerap susu produksi peternak Jawa Barat untuk program subsidi pangan bisa jadi salah satu jalan keluar. Tahun lalu, Food Station menyerap 2 juta liter susu per bulan dari peternak yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) untuk program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus bagi 1,012 juta penerima manfaat di DKI Jakarta.

Dengan serapan 2 juta liter per bulan, program subsidi pangan di DKI Jakarta sejatinya ”baru” menyerap empat hari produksi susu oleh peternak yang tergabung di Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat. Beruntung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga menggandeng 17.428 peternak dan 16 koperasi untuk penyediaan susu pada paket bantuan sosial provinsi tahun ini sehingga semakin banyak produk susu yang terjamin pasarnya.

Ketika regulasi makin tak berpihak, seperti adanya pelonggaran bea masuk bahan baku industri susu dan industri pengolah tak lagi diwajibkan menyerap susu produksi peternak rakyat, inisiatif pemerintah daerah menyerap dan menyalurkan susu dalam program bantuan pangan itu layak mendapat apresiasi. Sebab, selain mendongkrak gizi masyarakat penerima, program itu menjamin pasar produk peternakan rakyat.

Komitmen semacam itu yang dituntut peternak sejak bertahun-tahun lalu. Peternak meminta pemerintah menjadikan susu sebagai komoditas penyedia protein hewani bagi anak-anak usia sekolah melalui program susu sekolah. Dengan demikian, peternak rakyat memiliki alternatif pasar, termotivasi memacu produksi dan produktivitas, serta berpeluang tumbuh di tengah pasar yang makin dikuasai pemodal besar. AP (sumber: kompas)