Apakah Ayam Broiler Disuntik Hormon ?

agropustaka.id, Kabar. Daging ayam merupakan sumber protein yang murah dan mudah didapatkan di Indonesia. Bahan pangan ini juga dapat diolah menjadi beragam jenis masakan yang lezat.

Sayangnya, masih ada mitos keliru di masyarakat tentang protein ini, khususnya ayam broiler. Disebutkan bahwa konsumsi daging ayam broiler bisa berbahaya karena sudah disuntik hormon pertumbuhan. Mitos tersebut dibantah drh Syamsul Ma’arif, M.Si, Direktur Kesmavet Kementerian Pertanian dalam edukasi tentang daging ayam yang diadakan secara virtual (4/11/2020).

Menurutnya, pelarangan penggunaan hormon bagi hewan konsumsi termasuk pada ayam broiler ini telah secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, produk ternak yang sudah mendapat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sudah memenuhi persyaratan higienis dan sanitasi.

“Dengan adanya label NKV, maka telah dijamin, karena menerapkan sinergi manajemen pemeliharaan peternakan yang baik sampai produk di meja makan (safe from farm to table),” jelas Syamsul dalam acara webinar tersebut. Ditambahkan oleh Dr.drh.Denny Lukman, Dosen FKH IPB, ayam broiler memang lebih cepat tumbuh karena potensi genetiknya lebih optimal. “Suntik hormon itu mahal, lagi pula peternakan ayam broiler itu memelihara ribuan, enggak mungkin disuntikin satu-satu. Ayam broiler secara genetik bisa tumbuh dengan cepat, tapi pemeliharaan dan pemberian pakannya diatur ketat,” ujarnya.

Praktisi industri perunggasan Sigit Pambudi menambahkan, isu penyuntikan hormon seharusnya jangan dipercaya lagi, karena proses produksi ayam broiler sudah terstandar ketat dari pembibitan, pemotongan, hingga distribusi ke pelanggan. “Suntik hormone tidak ada sama sekali, tetapi pemberian vaksin harus. Gunanya untuk melindungi dan memberi kekebalan unggas dari penyakit,” katanya.

Berbeda dengan periode 10 tahun lalu, di mana pemberian vaksin masih lewat suntikan, saat ini vaksinasi dilakukan di tempat pembibitan di usia ayam satu hari dengan cara penyemprotan. “Jangankan hormon, suntikan saja sudah tidak ada sama sekali,” tegas Sigit. AP (kompas)