Agropustaka.id, Kabar. Menjelang dan memasuki awal Bulan Puasa, harga bahan-bahan pangan ‘beterbangan’. Hal itulah yang terjadi belakangan ini. Setidaknya ada 9 bahan pangan yang tercatat mengalami kenaikan harga. Daging ayam ras segar menjadi komoditas yang harganya paling melonjak tajam. Per 31 Maret lalu harga satu kilogram daging ayam masih Rp 34.550. Hari ini harganya sudah di Rp 37.650 per kilogramnya di pasar tradisional.
Tidak hanya dagingnya saja yang naik, harga telurnya pun ikut terkerek. Harga telur naik 5% sejak akhir Maret lalu. Kini untuk satu kilogram telur ayam harganya di pasar berada di Rp 25.800.
Ketika harga bawang merah turun 1% di waktu yang sama menjadi Rp 34.250/kg. Harga bawang putih justru naik 1% menjadi Rp 30.200/kg. Bawang putih merupakan komoditas utama pangan yang konsumsinya tak bisa dipasok dari dalam negeri.
Indonesia merupakan salah satu importir bawang putih terbesar di dunia. Selama ini RI mengandalkan pasokan bawang putih dari Cina untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Tak tanggung-tanggung 90% bawang putih di dalam negeri merupakan bawang putih impor sehingga seringkali harganya berfluktuasi secara tajam.
Seperti biasa, harga cabai-cabaian masih tergolong pedas. Harga cabai rawit yang sebelumnya naik gila-gilaan kini sudah mulai melandai meski masih sangat mahal. Harga cabai rawit merah yang sebelumnya sempat tembus Rp 100.000/kg, dalam dua pekan terakhir turun 7% menjadi Rp 84.100/kg.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), cabai merah merupakan salah satu komoditas yang memiliki margin pengangkutan dan perdagangan (MPP) paling tinggi. Artinya kenaikan harga tidak hanya dipicu dari sisi pasokan saja tetapi juga jalur dan pola distribusinya.
Sementara itu kenaikan harga minyak sawit mentah juga turut mengerek harga minyak goreng. Hanya saja kenaikannya cenderung kecil, hanya 1% saja dalam dua minggu terakhir.
Fenomena kenaikan inflasi pada periode puasa dan lebaran adalah hal yang lazim terjadi. Kenaikan permintaan dan ancaman terbatasnya pasokan apalagi di saat musim penghujan saat ini turut berkontribusi terhadap inflasi harga pangan.
“Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu II April 2021, perkembangan harga pada bulan April 2021 diperkirakan inflasi sebesar 0,08% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi April 2021 secara tahun kalender sebesar 0,53% (ytd), dan secara tahunan sebesar 1,37% (yoy).” tulis BI dalam situs resminya.
Daging dan telur ayam
Penyumbang utama inflasi April 2021 sampai dengan minggu kedua yaitu komoditas daging ayam ras sebesar 0,05% (mtm), jeruk dan cabai merah masing-masing sebesar 0,02% (mtm) dan minyak goreng sebesar 0,01% (mtm)
Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas telur ayam ras sebesar -0,04% (mtm), cabai rawit sebesar -0,03% (mtm), kangkung, bawang merah, bayam dan beras masing-masing sebesar -0,01% (mtm)
Terlihat bahwa ada sedikit perbedaan antara survei pemantauan harga BI dengan harga yang di-update oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional di mana pada data yang kedua harga telur cenderung naik. Namun kenaikan harga ayam juga biasanya dibarengi juga dengan kenaikan harga telurnya.
Sulit rasanya menghindari inflasi harga pangan di saat-saat seperti ini. Namun yang terpenting untuk sekarang adalah bagaimana masyarakat bisa memenuhi kebutuhan utamanya dan menjaga daya beli di saat harga pangan beterbangan.
Pemerintah belum lama ini menetapkan bahwa pengusaha swasta juga harus membayar tunjangan hari raya (THR) secara penuh kepada karyawannya karena selama ini berbagai insentif fiskal berupa relaksasi pajak serta pelonggaran kredit sudah dilakukan.
Cairnya THR diharapkan mampu mengimbangi kenaikan harga pangan dan dapat mempertahankan daya beli masyarakat saat momen puasa dan lebaran tahun ini. Hanya saja kebijakan larangan mudik mengurangi prospek aliran konsumsi yang merata di luar kota-kota besar.
Di sisi lain kondisi sektor usaha walau terlihat ada pemulihan tetapi juga belum seragam. Sektor perjalanan dan pariwisata masih akan tertekan. Sektor ritel juga baru mau bergeliat. Hal ini kemungkinan akan berpengaruh pada ketercairan THR secara penuh di sektor-sektor tersebut.
Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Februari 2021 sebesar 177,1. Terjadi kontraksi atau pertumbuhan negatif 2,7% MtM. Secara YoY, kontraksinya mencapai 18,1%. (AP/sumber: cnbc)