Kemitraan untuk Pengembangan Bisnis Inklusif Peternakan Sapi Pedaging

agropustaka.id, Kabar. Menghadapi situasi pandemi covid19, semakin nyata dibutuhkan adanya transformasi sistem peternakan yang ada saat ini, menuju sistem peternakan yang modern dan berkelanjutan melalui pola kemitraan yang berkeadilan.

Melalui sistem tersebut, maka pihak swasta akan memperoleh efisiensi biaya, pasokan yang selalu terjaga secara konsisten, pasokan yang sesuai dengan kualitas dan standar permintaan. Adapun dari sisi peternak, inputnya akan lebih berkualitas, ada kepastian pasar hasil produksi, hasil produksi dengan mutu yang terjaga, keterampilan meningkat, produksi meningkat, pendapatan meningkat, dan daya beli pun meningkat.

Kemitraan yang menguntungkan bagi pihak swasta dan juga bagi kesejahteraan peternak dapat berperan dalam upaya pemulihan perekonomian Indonesia dalam menghadapi pandemic covid19. Hal itu diuraikan oleh Direktur Pangan dan Pertanian, Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) Anang Noegroho Setyo Moeljono yang menjadi pembicara utama dalam Diskusi Online “Praktik Bisnis Inklusif untuk Pengembangan Usaha di Sektor Pertanian dan Peternakan” pada Rabu, 20 Mei 2020.

Diskusi yang diselenggarakan oleh Yayasan CBC Indonesia (YCI) dan Indonesia Livestock Alliance (ILA) tersebut terlaksana dengan berkolaborasi dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Partnership for Indonesia Suistainable Agriculture (PISAgro) atas dukungan Australia-Indonesia Partnership Promoting Rural Incomes through Support for Markets in Agriculture (PRISMA). PRISMA adalah sebuah program Kemitraan Pembangunan antara Pemerintah Australia (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT) dengan Pemerintah Indonesia (Bappenas). Kemitraan pembangunan multitahun ini bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Narasumber penting lain yang hadir dalam diskusi ke-10 yang rutin diselenggarakan oleh YCI-ILA tersebut yakni Lulu Wardhani (Unit Manager, Rural Development Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT)), Devin Marco (Head of Portfolio PRISMA), M. Burmansyah K. (Manager Partnership & Smallholder PT Pupuk Kalimantan Timur), Regi Diar Patrizia (Business Development KJUB Puspetasari), Febroni Purba (Manager Marketing PT Sumber Unggas Indonesia), Dr. Andre Rivanda Daud (Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Unpad). Adapun sebagai pembahas diskusi adalah Prof Tjeppy D Soedjana, peneliti senior dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak).

Anang menandaskan, terdapat empat kebutuhan utama dalam hal kerjasama kemitraan pertanian. Kebutuhan-kebutuhan itu yakni yang pertama adalah petani yang perlu pendampingan atau fasilitator, agar terjadi inovasi teknologi, inovasi bisnis, dan inovasi kelembagaan menuju usahatani yang bersifat bisnis.

Kedua, usaha tani yang perlu diintroduksi dengan pendekatan bisnis sebagai sarana pemberdayaan, peningkatan produktivitas, dan peningkatan pendapatan petani. Ketiga, pemerintah perlu menstimulasikan pasar yang lebih baik dengan memperbaiki lingkungan yang mendukung iklim usaha dan memfasilitasi kemitraan. Keempat, perlunya kemitraan dengan institusi lain baik swasta, perbankan ataupun pihak lain dengan menawarkan solusi berkelanjutan dalam peningkatan kesejahteraan
petani.

Anang mencontohkan praktik nyata pembinaan praktik bisnis inklusif ini yakni pada intervensi sapi pedaging dengan Koperasi Jasa Usaha Bersama Puspetasari (Nutrifeed) di Jawa Timur. Ia mengatakan, “pada saat kondisi awal peternak berada dalam kondisi keterbatasan pengetahuan akan praktik beternak sapi yang baik, kurangnya pengetahuan dan akses ke pakan sapi komersial, kurangnya kesadaran untuk menjadikan sapi sebagai sumber penghasilan utama, dan kurangnya pengetahuan akan kalkulasi dalam bisnis sapi pedaging,”kata Anang.

Kemudian dilakukanlah intervensi berupa pengenalan dan promosi pakan konsentrat sapi berkualitas tinggi dan praktik peternakan yang baik kepada peternak sapi pedaging di Jawa Timur. Hasilnya, peternak mendapatkan pengetahuan cara beternak dan berbisnis sapi pedaging yang baik, dan kemudahan dalam mengakses pakan sapi berkualitas. Di sisi lain, Koperasi Puspetasari dapat melihat secara lebih jelas adanya potensi pasar pakan ternak untuk segmen peternak kecil, dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnisnya.

Dari contoh kasus pembinaan praktik bisnis inklusif pada sapi pedaging di Jawa Timur tersebut, Anang menjelaskan tentang pelajaran penting yang dapat ditarik, yakni,” bekerjasama dengan sektor swasta menawarkan solusi berkelanjutan terhadap kemiskinan dan membantu peningkatan ekonomi Indonesia, pemerintah menstimulasikan pasar yang lebih baik dengan memfasilitasi kemitraan, serta solusi berbasis pendekatan pasar dengan memberdayakan peternak agar lebih produktif dan meningkatkan pendapatan mereka dengan prinsip saling menguntungkan,” papar Anang Noegroho Setyo Moeljono. AP