Agropustaka.id, Kabar. Prediksi pada tahun 2024 yang sebentar lagi akan datang, dunia masih akan diwarnai krisis global, tetapi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,15 persen, maka secara nasional kita optimis akan aman. Fenomena ini secara tidak langsung, juga akan membuat preferensi masyarakat akan konsumsi pangan protein hewani seperti telur dan daging ayam juga akan meningkat ke depan.
Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Sekolah Bisnis IPB Prof Azam Noer Achsani, dalam Seminar Nasional bertema “Perunggasan Indonesia Menuju Mandiri Pangan”, yang diadakan oleh Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), di Tangerang, Banten, pada Selasa (26/9).
Seminar nasional tersebut menghadirkan pembicara kunci Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc., IPU yang diwakili oleh Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Agung Suganda, M.Si. Narasumber penting lain yang hadir dalam seminar itu yakni Dominic Elfick (Aviagen), Amin Suyono (Cobb Asia, Chai Yew Fai (Novogen), dan Ayatullah Natsir (Ceva).
Azam memaparkan, kenaikan permintaan produk unggas ini didasari dengan pertumbuhan jumlah penduduk, dimana diperkirakan pada tahun 2045 akan mencapai 318 juta yang akan didominasi oleh penduduk perkotaan. Selain itu pertumbuhan ekonomi yang terjadi juga menandakan terjadinya peningkatan pendapatan di masyarakat, sehingga akan berpengaruh dalam preferensi pangan yang lebih mempertimbangkan Kesehatan, yakni lebih banyak bersumber dari hewani, sayuran, dan buah-buahan, dengan kualitas dan keamanan yang lebih tinggi. Untuk itu, juga harus terjadi pertumbuhan pasokan pangan setidaknya sama dengan permintaan pangan.
“Saya pernah diminta FAO untuk memproyeksikan konsumsi kebutuhan protein hewani Indonesia beberapa tahun ke depan. Dengan menggunakan berbagai metode, analisis, asumsi, dan berbagai macam pemodelan diproyeksikan bahwa konsumsi unggas menunjukkan peningkatan tertinggi dibandingkan produk hewani lainnya. Dengan base data Sensus Ekonomi Nasional (2017) rerata konsumsi daging unggas Indonesia senilai 7,5 kg/kapita/tahun, dan secara baseline akan naik sebesar 22,1 persen pada tahun 2025 menjadi 9,13 kg/kapita/tahun dan 29,3 persen pada tahun 2045 menjadi 9,66 kg/kapita/tahun. Tentu proyeksi moderat dan optimis akan lebih tinggi,” jelasnya.
Azam melanjutkan bahwa konsumsi pangan sumber protein hewani asal unggas sangat dipengaruhi oleh elastisitas pendapatan masyarakat. Berdasarkan data rata-rata nasional elastisitas pendapatan dan harga komoditas unggas menunjukkan bahwa setiap terjadi 1% pertumbuhan pendapatan maka akan terjadi kenaikan konsumsi produk asal unggas sebesar 0,92%. Artinya porsi belanja cukup besar akan digunakan untuk konsumsi produk asal unggas apabila terjadi kenaikan pendapatan. Sedangkan untuk masyarakat perkotaan 0,72%, sedangkan bagi masyarakat pedesaan lebih tinggi sebesar 1,09 %.
“Rata-rata konsumsi daging unggas pada Q5, yakni golongan masyarakat pendapatan atas adalah 14,7 kilogram per kapita per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 7,5 kilogram per kapita per tahun. Nah, sekarang yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan pendapatan kelompok menengah ke bawah (Q1, Q2 dan Q3), agar konsumsi per kapita yang masih rendah bisa meningkat. Selain itu saya kira juga bagaimana menyadarkan masyarakat bahwa konsumsi protein hewani itu penting, dan yang paling murah adalah telur dan daging ayam. Kebanyakan alokasi budget rumah tangga di Indonesia yang saya tahu itu paling banyak untuk pulsa dan rokok, artinya masyarakat belum sadar akan pentingnya konsumsi protein hewani,” tegas Azam. AP