Agropustaka.id, Kabar. Membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia unggul dan kompetitif di era global ini, dapat diraih jika dapat memenuhi tiga syarat penting, yaitu tercukupinya pangan,terjaganya kesehatan badan, dan terbentuknya sumber daya manusia (SDM) dengan otak yang cerdas.
Khusus untuk badan yang sehat dan otak yang cerdas, hal itu tidak bisa lepas dari pemenuhan kebutuhan sumber gizi protein hewani yang memiliki berbagai zat gizi esensial yang tidak bisa dipenuhi dari sumber pangan lain.
Untuk menyambut Hari Pangan Sedunia, Indonesia Livestock Alliance (ILA), Badan Pengembangan Peternakan Indonesia dan Poultry Indonesia menghadirkan webinar Indonesia Livestock Club (ILC) edisi ke-11 bertemakan “Mewujudkan Kemandirian Protein Hewani” melalui aplikasi daring, Sabtu (10/3).
Untuk menjaga terjaminnya pasokan sumber protein hewani bagi generasi muda penerus bangsa, maka pengembangan industri peternakan baik itu perunggasan, sapi pedaging, sapi perah, kambing dan domba, serta berbagai budi daya ternak lain sebagai produsen utama protein, menjadi suatu hal yang harus dilakukan. Dalam skala global, terlebih pada masa pandemi COVID-19, masing-masing negara memiliki tekad dan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya akan pangan, termasuk protein hewani yang sangat penting demi membangun SDM unggul bangsanya.
Dengan segala keterbatasan yang ada di masa pandemi ini, masing-masing negara lebih memprioritaskan rakyatnya sendiri agar dapat terpenuhi kebutuhan protein hewaninya.
Dalam acara tersebut, turut mengundang para stakeholder di bidang peternakan di antaranya Dirjen PKH yang diwakili oleh FIni Murfiani (Direktur PPHnak), Prof. Ali Agus (Guru Besar Fakultas Peternakan UGM), Yudi Guntara Noor (Ketua Umum HPDKI) dan Herry Dermawan (Ketua Umum Gopan).
Dalam pemaparannya, Fini Murfiani menyoroti tentang ketersediaan protein hewani yang masih belum mencukupi untuk kebutuhan nasional sehingga pemenuhan kebutuhan tersebut dipenuhi lewat impor. Padahal pemenuhan protein hewani diperlukan untuk gizi masyarakat.
“Konsumsi protein hewani memengaruhi status gizi dan pembangunan kualitas manusia Indonesia. Selain itu rendahnya produksi dalam negeri juga dipengaruhi oleh ketidakstabilan harga komoditas di tingkat peternak yang berdampak pada penurunan gairah masyarakat untuk melakukan usaha peternakan,” ungkap Fini.
Sementara itu menurut Prof. Ali Agus, dalam mendukung program kemandirian protein hewani, perlu adanya optimalisasi lahan agar dapat memanfaatkan lahan untuk produksi protein hewani.
“Perlu adanya kolaborasi dengan pihak pemerintah daerah untuk memanfaatkan lahan tersebut. Walaupun sudah ada undang-undangnya, namun tampaknya pada pelaksanaannya masih setengah hati. Optimalisasi produksi ada tiga yakni pakan, bibit dan teknologi, lalu ada aspek lainnya yang juga penting yaitu perlu juga adanya promosi,” jelas Ali.
Sedangkan menurut praktisi dari komoditas ruminansia, Yudi Guntara, gambaran untuk komoditas ruminansia terutama produk daging sapi sangat erat kaitannya dengan rantai pasok global. Di mana para pelaku usaha sudah memiliki berbagai macam kriteria khusus yang memang membutuhkan daging impor untuk produk yang mereka olah.
Yudi berujar, untuk daging sapi sendiri saat ini memang telah terjadi perubahan struktur di mana para pelaku usahanya sudah sangat bergantung pada global supply chain, bukan berbasis kemandirian. “Sedangkan untuk komoditas kambing dan domba, potensinya masih besar sekali karena dibutuhkan untuk memenuhi pasar ritual keagamaan di mana mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun komoditas ini seringkali terlupakan,” paparnya.
Pendapat lain disampaikan oleh Herry Dermawan, menurutnya tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku di bidang perunggasan yaitu menyeimbangkan antara supply dan demand. Komoditas ayam ras adalah komoditas yang paling elastis, di mana ketika ada kelebihan barang sedikit saja harga akan turun, sedangkan sebaliknya jika barang yang diproduksi itu sedikit, maka harga akan naik. Oleh karenanya perlu adanya solidaritas dari para pelaku usaha agar dapat mematuhi aturan-aturan yang sudah diterbitkan oleh pemerintah.
“Sangat disayangkan bahwa pengawasan yang bertumpu pada pemerintah daerah untuk peternakan itu hanya berada di bawah bidang saja, bukan sebagai dinas yang berdiri sendiri. Hal ini mempersempit pengawasan karena pasti tersangkut dengan SDM yang terbatas,” papar Herry Dermawan. (Sumber: Poultry Indonesia)
#ILC #ILCEDISI11 #perunggasan #kambingdomba #kambing #domba #unggasair #itik #bebek #bppi #indonesialivestockclub #ila #itiklokal #mandiriproteinhewani #proteinhewani #indonesialivestockalliance #gopan #ayam #hpdki #fapetugm #ugm #peternak #ditjennak #hps #haripangansedunia #worldfoodday #animalprotein #anekaternak #ternak #peternakan