Mewaspadai Ancaman Wabah Lumpy Skin Disease (LSD)

Agropustaka.id, Pemikiran. Lumpy skin disease (LSD) merupakan penyakit kulit pada sapi asal Afrika yang sangat sulit diberantas. Penyakit ini menyebar cepat ke seluruh dunia. Meski tak menyebabkan penyakit pada manusia, LSD jadi gangguan nyata pembangunan peternakan di banyak negara.

Sementara pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir dan demam babi Afrika (African swine fever/ASF) masih menyerang populasi babi di Indonesia, ada penyakit ketiga yang menjangkiti populasi sapi dan kerbau, yaitu Lumpy skin disease (LSD). Penyakit ini menyebar cepat ke seluruh dunia.

Munculnya wabah LSD, penyakit kulit berbenjol pada sapi di Provinsi Riau, Februari 2022, tidaklah mengejutkan. Seperti ASF yang menyebar cepat ke 23 negara Asia akhir 2021, LSD menyebar ke tujuh negara Asia akhir 2020 dan ke 12 negara pada akhir 2021.

Meski tak menyebabkan penyakit pada manusia (zoonosis), LSD jadi gangguan nyata pembangunan peternakan di banyak negara. Dalam beberapa tahun terakhir, LSD mengakibatkan kematian ternak dan mengancam ekonomi peternak dan perdesaan.

LSD ditemukan pertama kali di Zambia pada 1929 dan menyebar ke negara lain di Afrika. Selama sekitar 90 tahun dianggap sebagai penyakit Afrika, LSD kemudian menyebar sejak 2012 ke Timur Tengah, Eropa tenggara, dan Rusia. Belum sepenuhnya dipahami mengapa bisa menyebar ke luar benua Afrika.

Penularan melalui gigitan serangga artropoda pengisap darah, seperti lalat, nyamuk, atau kutu, adalah faktor utama penyebaran virus.

Munculnya LSD di Asia sesungguhnya mewakili ekosistem baru virus ini. Kondisi iklim, jenis sapi, praktik budi daya ternak, dan keberadaan penyakit lain di Asia semua berbeda. Populasi serangga di Asia juga beda dengan Eropa. Dalam beberapa tahun terakhir, LSD mengakibatkan kematian ternak dan mengancam ekonomi peternak dan perdesaan.

Laboratorium referensi LSD internasional Pirbright di Inggris mengamati, strain virus LSD di Asia beda dengan yang ditemukan di Eropa dan Timteng. Belum ada pemahaman yang baik apakah strain ini lebih mudah ditularkan atau bahkan menyebabkan penyakit lebih parah.

LSD merupakan beban ekonomi substansial, menyebabkan peternak kehilangan sebagian ternak. Produksi daging dan susu berkurang, dan kulit hewan yang masih hidup menjadi cacat karena luka keropeng. Nilai jadi berkurang. Perdagangan ternak dari negara atau wilayah tertular harus dibatasi. Australia bahkan telah melarang perdagangan terkait ternak dan produk ternak dari Indonesia.

Tantangan peternakan

LSD adalah penyakit yang sangat sulit diberantas. Bahkan pembatasan pergerakan ternak yang ketat dan peraturan pemusnahan hewan yang keras tak cukup menghentikan penyebaran virus. Vaksinasi menjadi kunci untuk mengendalikan wabah.

Berbeda dengan ASF yang belum tersedia vaksinnya, untuk LSD, berbagai jenis vaksin yang aman dan efektif tersedia. Tingkat vaksinasi tinggi pada populasi sapi di wilayah yang luas diperlukan untuk mengendalikan LSD. Program vaksinasi terkoordinasi dan meluas di Eropa tenggara (2016-2018) terbukti efektif mengendalikan LSD. Program vaksinasi serupa diperlukan di Asia dan Indonesia.

Vaksin LSD belum tersedia di Indonesia sehingga harus dimasukkan secara darurat dari luar negeri. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan melaksanakan program vaksinasi massal di tujuh kabupaten di Provinsi Riau yang saat ini tertular, Maret 2022. Vaksinasi awal pada sekitar 100.000 sapi dan kerbau.

Wabah LSD di Provinsi Riau jadi peringatan bagi Indonesia bahwa sektor peternakan kita tak lepas dari ancaman penyakit hewan menular yang sifatnya lintas batas (transboundary).

Selain dukungan anggaran pemerintah, Indonesia juga mendapat bantuan teknis berupa vaksin dan pelatihan dari Australia-Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) dan Global Health Security Program Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO).

Wabah LSD di Provinsi Riau jadi peringatan bagi Indonesia bahwa sektor peternakan kita tak lepas dari ancaman penyakit hewan menular yang sifatnya lintas batas (transboundary). Munculnya penyakit yang belum pernah terjadi sebelumnya ini mempertegas pentingnya Indonesia punya sistem kesiapsiagaan dan biosekuriti dalam mencegah, mendeteksi, mengendalikan, dan mengelola risiko dan dampak ancaman penyakit hewan dari luar negeri.

Tantangan di wilayah yang terkena dampak ialah penurunan harga ternak dan daging sapi karena peternak cenderung ingin menjual ternak sakit. Begitu sapi terinfeksi, bagian daging otot rangka masih dapat dimanfaatkan setelah bagian-bagian yang tidak diinginkan dibuang.

Kulit tak mungkin digunakan. Dianjurkan tak membawa ternak sakit ke rumah potong karena saat demam akan menyebabkan kualitas daging menurun dan penolakan pada saat pemeriksaan klinis. Meski saat ini baru ditemukan di Riau, tak tertutup kemungkinan LSD menyebar ke wilayah lain.

Mengingat lalu lintas ternak di hampir seluruh wilayah di Indonesia akan meningkat menjelang Lebaran tahun ini, kewaspadaan terhadap penyebaran LSD harus kian ditingkatkan. Meski saat ini baru ditemukan di Riau, tak tertutup kemungkinan LSD menyebar ke wilayah lain.

Jika ini terjadi, kebutuhan vaksin LSD akan semakin meningkat. Pusat Veterinaria Farma Surabaya, lembaga produksi vaksin hewan milik pemerintah, bisa mulai riset dan memproduksi vaksin LSD.

Pembelajaran tentang epidemiologi LSD di Asia sangat penting untuk bisa mengendalikan penyakit ini. Salah satunya dengan mengekstrapolasi pengalaman Afrika dan Eropa sampai batas tertentu, karena virus, inang, dan lingkungan di Asia berbeda.

Informasi seperti tingkat infeksi, kematian, dan seberapa efektif vaksin terhadap strain baru akan membantu kita menyesuaikan program pengendalian agar sesuai lingkungan baru dan bisa lebih efektif mengatasi LSD.

ap/kcm/Tri Satya Putri Naipospos Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies