Spekulasi Harga Telur

agropustaka.id, Pemikiran. Harga telur ayam mulai merangkak naik tidak terkontrol menjelang akhir tahun. Belum diketahui penyebabnya, karena distribusi pakan tetap stabil. Juga tiada wabah ayam mati, tiada bencana alam yang menenggelamkan ayam petelur. Tetapi tiba-tiba harga telur ayam naik sampai 25%, menjadi Rp 32 ribu per-kilogram.

Konon telur ayam sedang “naik daun” diborong untuk bantuan bencana banjir bandang dan tanah longsor di berbagai daerah. Serta diborong untuk konsumsi korban bencana di Cianjur.

Kenaikan harga telur saat ini menjadi berkah peternak unggas. Dianggap sebagai “keadilan” harga baru ke-ekonomi-an telur. Walau harga pakan (terutama jagung) sangat stabil, sesuai Permendag Nomor 7 Tahun 2020. Harga acuannya sekitar Rp 4 ribu per-kilogram. Tetapi pakan konsentrat rata-rata naik 20%, menjadi Rp 485 ribu per-sak (50 kilogram). Menyebabkan peternak kelimpungan. Pakan ayam terdiri dari konsentrat, jagung, dan dedak. Biaya pakan meliputi 70% total ongkos produksi ternak ayam.

Biasanya peternak ayam mengolah pakan dengan komposisi yang terdiri dari konsentrat 35%, jagung 50%, dan dedak padi sebanyak 15%. Konsentrat standar memiliki kandungan nutrisi protein kasar minimal 32%, kadar air maksimal 12%. Juga harus mengandung serat kasar maksimal 12%, abu maksimal 7%, lemak min 6%, energi minimal 2.800 kcal per-kg, kalsium minimal 3,6-4,7%, dan fosfor minimal 1-1,7%. Harga konsentrat saat ini melejit sampai Rp 990 ribu per-kuintal, naik 32% sudah berlaku sejak beberapa bulan lalu.

Kenaikan harga telur tidak terjadi, karena konsumsi belum meningkat. Periode puncak konsumsi telur ayam (yang kedua) akan terjadi jelang perayaan Natal. Sehingga kenaikan harga telur saat ini sekadar spekulasi. Hanya menduga telur ayam digunakan semabagi menu utama korban bencana di berbagai daerah. Harga telur ayam tertinggi di Papua, sampai Rp 40 ribu per-kilogram. Sedangkan di Jawa Timur (sebagai sentra telur ayam), harganya sudah mencapai Rp 30 ribu.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta para peternak layer dan pedagang telur berdagang (menjual dan membeli) telur ayam sesuai HAP. Dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 5 Tahun 2022, telah ditetapkan HAP (Harga Acuan Penjualan / Pembelian. Yakni sebesar Rp 27 ribu per-kilogram di tingkat konsumen. HAP bertujuan menjaga harga keseimbangan baru yang sama-sama menguntungkan bagi produsen dan konsumen. Sekaligus mengurangi fluktuasi dan disparitas harga.

HAP ditetapkan berdasar kesepakatan bersama seluruh stakeholder perunggasan. Serta telah meng-kalkulasi berbagai variable, sampai biaya harga pokok produksi telur. Sebenarnya harga telur biasa ber-fluktuasi, antara Rp 24 ribu hingga Rp 28 ribu per-kilogram. Bahkan harga telur ayam pernah jeblok di bawah Rp 20 ribu pada pertengahan tahun 2021. Namun sebagai kelompok Sembako, telur ayam menjadi bahan pangan paling favorit setelah beras.

Sehingga harga telur wajib dikendalikan. Ketika harga telur jeblok, pemerintah (dan daerah) berupaya keras men-stabilkan. Antara lain dengan cara mewajibkan setiap ASN membeli telur 1 kilogram per-hari. Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 Tentang Badan Pangan Nasional. Pada pasal 4 ayat (1), jenis pangan yang “diwaspadai,” antara lain beras, jagung, bawang, telur unggas, dan daging unggas.

Dibutuhkan campur tangan pemerintah melindungi perekonomian rumah tangga, sesuai mandat UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, ….” Sedikit kenaikan, bisa dipahami sebagai efek kesulitan pasokan. Namun tidak boleh me-liar. Ap/Bhirawa/Helmi Supriyatno