Pelajaran dari Antraks di Gunung Kidul, Yogyakarta

Agropustaka.id, Pemikiran. Sebenarnya wilayah tertular antraks di Indonesia telah dipetakan Kementerian Pertanian. Diperlukan vaksinasi setahun sekali untuk mencegah antraks. Juga perlu pengawasan petugas karantina terkait lalu lintas ternak.

Penyakit antraks banyak dibicarakan menjelang Idul Adha dan Idul Fitri karena ada pemotongan ternak korban (sapi, kambing, domba) dalam jumlah besar. Karena petugas kesehatan hewan dari dinas terkait jumlahnya terbatas, umumnya dikerahkan bantuan dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia dan mahasiswa kedokteran hewan tingkat akhir, memeriksa ternak korban untuk mengurangi potensi penularan penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis).

Saat masih dalam suasana Idul Adha, dari Kecamatan Semanu, Gunungkidul, DIY, diberitakan tiga orang meninggal karena antraks. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawati mengungkapkan hasil penelusuran penyebab kematian. Seorang warga meninggal setelah mengonsumsi daging sapi yang sakit lalu mati, tetapi dipotong untuk konsumsi. Daging sapi yang dipotong dibagikan kepada 125 tetangga. Besar kemungkinan mereka yang menerima pembagian daging tidak tahu bahwa daging itu berasal dari sapi yang sakit lalu mati.

Pengujian serologis terhadap 85 orang yang menerima daging itu menunjukkan mereka positif antraks. Sebagian besar yang positif tak menunjukkan gejala penyakit. Mereka yang bergejala mengalami diare dan lepuh pada kulit.

Sudah Termonitor

Sebenarnya antraks di Gunungkidul termonitor sejak pertengahan Desember 2022. Dari hasil investigasi Balai Besar Penelitian Veteriner (BBVET) Wates, ditemukan 11 sapi dan empat kambing mati positif antraks. Kepala BBVET Hendra Wibawa menyarankan agar ternak sakit segera diobati, yang sehat divaksinasi, dan lalu lintas ternak ditutup agar tidak menyebar.

Kepala Dinas Kesehatan setempat menyebutkan, 23 orang mengalami kulit melepuh, tanda tertular antraks secara kontak. Tidak diketahui apakah ternak di Gunungkidul telah divaksin antraks. Ada tiga cara penularan antraks. Pertama, lewat kontak kulit, terjadi saat menangani pemotongan hewan. Antraks kulit paling sering ditemukan, umumnya tak sampai fatal. Kedua, oral (lewat mulut), menimbulkan gangguan pencernaan (gastro intestinal). Bentuk ini sering berakibat fatal jika terlambat diobati.

Ketiga, lewat pernapasan (menyerang paru-paru). Sering terjadi di Australia pada penyortir bulu domba, disebut woolsorter’s disease. Tiga orang yang meninggal termasuk anthrax gastro intestinal.

Penyebab antraks adalah Bacillus anthracis yang tahan hidup di dalam tanah puluhan tahun dalam bentuk spora. Bakteri ini mengeluarkan dua macam toksin, terdiri atas tiga macam protein: protective antigen (PA), lethal factor (LF), dan edema factor (EF). Kombinasi PA dan LF menyebabkan kematian mendadak pada hewan, terutama sapi.

Kombinasi PA dan EF yang menimbulkan edema jarang diberitakan. Pada wabah antraks di Sumba Timur (1980), penulis menemukan edema di bagian bawah kepala, perut bagian belakang (perineum), dan skrotum kuda positif antraks. Ditemukan 14 orang dengan antraks kulit.

Sebenarnya wilayah tertular antraks di Indonesia telah dipetakan Kementerian Pertanian. Diperlukan vaksinasi setahun sekali untuk mencegah antraks. Lalu lintas ternak dari daerah endemik diawasi petugas karantina hewan. Ternak dikarantina saat pemberangkatan dan kedatangan.

Menurut Van Ness (1971) yang menulis ”Ecology Anthrax” di jurnal Science, wabah antraks terjadi pada tanah dengan pH basa saat kemarau panjang. Pada kondisi ini, B anthracis berkembang biak sehingga bisa menimbulkan wabah besar. Kondisi yang digambarkan oleh Van Ness itu pernah terjadi di Sumba Timur (1980). Ratusan sapi, kerbau, dan kuda mati.

Antraks pertama di Indonesia terjadi pada burung unta (Struthio camelus) di Purwakarta, Jawa Barat (2000). Saat itu timbul banyak kematian burung unta. Kemungkinan burung unta tertular lewat tanah mengandung spora antraks yang termakan. Beberapa orang tertular antraks kulit dari burung unta.

Gejala klinis antraks pada sapi adalah demam tinggi, gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, lalu mati. Sering ditemukan darah keluar dari hidung, anus, mulut, dan telinga. Pada kondisi per akut, sapi mati mendadak tanpa tanda klinis yang jelas. Sebenarnya wilayah tertular antraks di Indonesia telah dipetakan Kementerian Pertanian.

Pelajaran
Ternak sakit tidak boleh dipotong, apalagi yang sudah mati. Membagikan daging dari ternak sakit identik dengan menyebarkan penyakit. Vaksinasi antraks setahun sekali pada semua ternak peka di daerah endemik pada awal musim kemarau. Ini karena penyakit umumnya muncul akhir kemarau. Edukasi vaksinasi berbayar perlu disampaikan kepada peternak karena beberapa pemda terbatas anggaran untuk membeli vaksin.

Antraks bisa disembuhkan dengan antibiotik. Sebaiknya dipakai antibiotik long acting pada awal sakit agar tak perlu dikunjungi dokter hewan setiap hari. Ternak yang dicurigai terserang antraks tidak boleh dipotong atau diperiksa patologinya karena bakteri penyebabnya akan berubah menjadi bentuk spora apabila terhubung dengan udara.

Peran dokter hewan dalam penanganan zoonosis sangat diperlukan. Pemeriksaan ante mortem saat ternak akan dipotong dalam jumlah besar dapat mengurangi potensi penularan ke konsumen.

ap/kcm/Soeharsono, Mantan Penyidik Penyakit Hewan