Penerapan Konsep Panca Krida Kedaulatan Pangan Nusantara

Agropustaka.id, Pemikiran. Kedaulatan pangan merupakan upaya mewujudkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan, baik nabati maupun hewani yang halal dan thoyib (baik) secara berkelanjutan berbasis kesejahteraan rakyat atau produsen dan kemakmuran bangsa Indonesia dalam rangka menyiapkan generasi penerus yang tangguh dan berkualitas.

Dan untuk mewujudkan hal itu, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sangat serius. Demi mencukupi kebutuhan pangan secara mandiri yang halalan thoyiban bagi warga negaranya dalam rangka mencari ridha Tuhan Yang Maha Esa. Konsep itulah yang dikenal sebagai Jihad Kedaulatan Pangan yang digaungkan oleh Guru Besar Fakultas Peternakan UGM Prof Dr Ali Agus sejak 10 tahun terakhir.

Hal itu disampaikan dalam acara Indonesia Livestock Club (ILC) pada beberapa waktu lalu. Acara yang diselenggarakan secara luar jaringan (luring) di Masjid Nurul Fikri Fakultas Peternakan UGM dan melalui siaran langsung di kanal Youtube @agropustaka dan IG live di @kmfpt_ugm tersebut terselenggara dengan kolaborasi Indonesia Livestock Alliance (ILA), Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI), BroilerX, dan Keluarga Muslim Fakultas Peternakan UGM (KMFPT).

Untuk mencapai kedaulatan pangan, setidaknya ada lima gerakan yang telah digagas oleh Ali Agus dan tertuang dalam “Panca Krida Kedaulatan Pangan Nusantara”. Gerakan pertama adalah komitmen politik dan sinergitas kebijakan pangan yang berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pasalnya semua hal ini diatur oleh kemauan politik, regulasi dan turunanya, sehingga apabila tidak ada komitmen politik akan percuma.

“Kita punya banyak regulasi tentang pangan, namun apabila dalam implementasinya tidak diiringi oleh komitmen dan kesungguhan, maka tidak akan bermakna. Contoh sederhana yang sering terjadi adalah importasi masif yang terjadi di beberapa komoditas pangan, saat panen raya terjadi. Jadi memang harus ada komitmen politik dari atas sampai bawah, dan sinergitas kebijakan untuk urusan pangan ini,” ucapnya.

Kemudian gerakan kedua adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan dan air untuk produksi pangan. Caranya yakni dengan tidak membiarkan sebuah lahan menganggur atau tidak produktif dan mengoptimalkan keberadaan air. “Bisa melalui integrated farming, bila perlu, bertani dan beternak secara vertikal. Lahan pertanian yang tersedia saat ini di Indonesia hanya sekitar 26,5 juta hektar dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 270-280 juta jiwa, maka per penduduk mendapatkan tidak lebih dari 1000 meter. Dan diprediksi tahun yang akan datang, lahan pertanian bisa lebih turun lagi. Inilah kenapa, optimalisasi lahan dan air menjadi hal yang penting,” terangnya.

Lebih lanjut, Ali Agus menjelaskan bahwa gerakan ketiga adalah kemandirian proses produksi pangan. Untuk bisa mandiri terdapat dua hal yang menjadi kunci utama, yakni penguasaan bibit dan pupuk. Adapun gerakan keempat adalah pembudayaan pola konsumsi pangan nusantara.

“Selama ada pilihan, kita harus berusaha untuk memilih bahan pangan asli Indonesia. Dan masyarakat kita masih bias karbohidrat dan proteinnya cuma sedikit. Padahal konsumsi protein terutama hewani menjadi sumber gizi yang penting bagi tubuh. Selain itu, daya serapnya sangat tinggi oleh tubuh, seperti telur 99 % terserap, daging 82 %, dan susu 96-97 %. Maka makan harus seimbang,” ungkap Ali Agus.

Dan gerakan kelima adalah penguatan kelembagaan dan jaringan pangan. Dalam hal ini, peran berbagai unsur masyarakat dibutuhkan. Baik yang berhubungan dengan kelembagaan pendidikan, teknologi, tata niaga, pergudangan, logistik, perbankan, dan lainnya. Semua harus terlibat. “Yang tak kalah penting adalah sumber bahan pangan itu ada di desa. Untuk itu, dalam mewujudkan kedaulatan pangan harus dimulai dari desa. Apabila ingin memajukan Indonesia, maka sejahterakan desa. Konsep pembangunan itu sebaiknya mengarah ke desa, jangan menjadi bias kota, sehingga tidak ada yang tinggal di desa,” ucap Ali Agus. ap/brx