Keamanan pangan akhir-akhir ini menjadi sebuah isu global yang sering kali mendapatkan perhatian. Apabila mengaca pada produk perunggasan, keamanan pangan menjadi sebuah hal yang sangat relevan. Karena produk perunggasan merupakan produk yang mudah rusak (perishable food), sehingga apabila proses penanganan, pengolahan dan cara penyimpanannya tidak benar, maka dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Selain itu, produk perunggasan juga memiliki potensi untuk membahayakan manusia jika dihasilkan dari unggas yang sakit atau biasa disebut dengan foodborne zoonosis.
Hal ini ditandaskan oleh Co-Founder/CEO PT Integrasi Teknologi Unggas/BroilerX Prastyo Ruandhito, S.Pt. Dalam Indonesia Livestock Club (ILC) yang mengangkat tema ‘Dinamika Rantai Dingin Produk Hasil Unggas 2023’ melalui aplikasi daring, beberapa waktu lalu. Narasumber penting lain dalam ILC ke-27 tersebut yakni Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH, Kementan RI Tri Melasari, S.Pt, M.Si dan Dewan Pengurus Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (ARPHUIN) Thomas Kristiyanto.
Prastyo Ruandhito menjelaskan bahwa keamanan pangan saat ini menjadi perhatian masyarakat dunia. Wabah penyakit pada hewan dapat ditularkan ke manusia seperti flu burung, atau keberadaan bahan kimia di atas ambang batas pada pakan atau makanan dapat mengancam kualitas dan keamanan produk pangan. Dengan melihat hal tersebut, maka menurutnya sistem ketertelusuran pada suatu produk, termasuk perunggasan saat ini telah menjadi sebuah kebutuhan bagi konsumen.
“Sistem ketertelusuran merupakan sebuah alat manajemen risiko yang memungkinkan pelaku bisnis atau pihak berwenang untuk menanggapi kebutuhan akan kualitas dan keamanan produk pangan. Sementara itu membangun sistem ketertelusuran pada produk pangan asal unggas menjadi hal yang sangat penting, karena untuk memastikan keamanan dan kualitas pangan serta menjaga reputasi dan kepercayaan konsumen,” ucapnya.
Di sisi lain, Prastyo juga mengakui bahwa untuk membangun sistem ini bukanlah sebuah hal yang mudah. Begitu panjang dan kompleks nya rantai pasok ayam dengan melibatkan begitu banyak pelaku usaha menjadi tantangan serius yang harus dihadapi untuk membangun sistem ketertelusuran produk perunggasan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam tata niaga hulu hilir perunggasan ini sangatlah panjang dan melalui banyak tangan. Selain itu, dirinya juga mengungkapkan bahwa data yang sangat beragam dan tersebar serta keterbatasan teknologi yang ada juga menjadi tantangan lain dalam membangun sistem ketertelusuran produk perunggasan ini.
“Lantas apa strategi yang bisa kita lakukan? Menurut kami terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan, seperti standarisasi data dan informasi, dengan menggunakan format data yang konsisten, serta mengadopsi standar internasional seperti GS1. Selain itu implementasi teknologi yang tepat, penggunaan sistem manajemen rantai pasok berbasis teknologi (SCM) dan penerapan Internet of Things (IoT) dan blockchain untuk pencatatan dan pelacakan data secara real-time kami yakini menjadi langkah strategis untuk membangun sistem ketertelusuran, sehingga istilah form farm to table dapat terwujud dalam produk perunggasan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Prastyo sadar betul bahwa dalam membangun sistem ketertelusuran membutuhkan peran dari banyak pihak. Untuk itu penting adanya pelatihan dan edukasi kesadaran akan pentingnya sistem ini kepada berbagai pihak yang terlibat termasuk petani, peternak, produsen, distributor, dan konsumen. Tak hanya itu, pelatihan tentang penggunaan teknologi dan standardisasi data juga menjadi hal yang tak kalah penting. “Untuk membangun sistem ketertelusuran pada produk perunggasan memang harus menghadapi tantangan yang kompleks. Namun demikian dengan mengatasi tantangan tersebut, kita dapat meningkatkan keamanan pangan dan membangun kepercayaan konsumen,” tegas Prastyo. ap/brx