Kesiapan Peternak Memasuki Era Industri 4.0

Agropustaka.id, Pemikiran. Stunting menjadi masalah tersendiri bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Kasus stunting di negara kita menjadi perhatian serius tidak hanya oleh para ahli gizi. Namun, juga para pejabat tinggi negara. Hal tersebut perlu segera ditangani sejak dini, karena besarnya dampak buruk stunting bagi masa depan bangsa, terutama generasi mudanya. 

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh anak, yakni pada pertumbuhan tubuh dan otaknya, sehingga menjadi seorang anak pendek dibanding dengan anak seumurannya, memiliki keterlambatan dalam berpikir, akibat kekurangan gizi kronis atau penyakit infeksi kronis yang terjadi berulang kali pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Karena besarnya dampak kerugian tersebut, permasalahan gizi buruk dan stunting haruslah menjadi perhatian semua pihak. “Daging dan telur ayam sebagai sumber protein yang mudah diperoleh, harga terjangkau, serta mudah diolah menjadi berbagai hidangan. Hal itu menjadikannya memiliki peranan penting dalam menunjang kecukupan gizi masyarakat Indonesia,” kata Chief Operating Officer (COO) BroilerX, Pramudya Rizki Ruandhito.

Demi ketahanan pangan, kedaulatan pangan, dan kemandirian pangan, eksistensi peternak ayam sangatlah perlu untuk dijaga dan dilestarikan. Dengan banyaknya permasalahan yang ada di dunia perunggasan, baik ayam pedaging maupun petelur, Pramudya menandaskan agar para peternak untuk dapat bersatu, berorganisasi, serta mampu melakukan inovasi, efisiensi usaha dengan memanfaatkan teknologi digital di era industri 4.0 seperti yang terjadi selama ini.

Dengan berorganisasi, maka aspek-aspek hulu, seperti upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kestabilan harga bahan baku pakan, DOC, dan sapronak lainnya dapat lebih terkoordinasi dan terintegrasi. Upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kestabilan harga produk panen produk unggas bisa dicapai jika ada kerja sama sinergis di antara seluruh stakeholder yang ada, yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi. Tanpa adanya kerja sama yang sinergis, mustahil kita bisa mendapatkan kemajuan yang berarti bagi dunia peternakan ayam petelur ini.

Dalam kaitannya dengan revolusi industri 4.0, Pramudya menyarankan kepada para peternak untuk dapat memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada dengan sebaik mungkin. Dengan kemajuan teknologi, permasalahan data dasar seharusnya bukan menjadi masalah lagi. Data mengenai kebutuhan daging dan telur masyarakat, hasil produksi daging dan telur, jumlah DOC, hasil produksi bahan baku pakan, dan data lain yang diperlukan, seharusnya bisa jauh lebih akurat untuk menunjang proses pengambilan keputusan-keputusan yang tepat demi kemajuan dan kesejahteraan seluruh para pemangku kepentingan perungasan. Revolusi industri 4.0 pun dapat diterapkan dalam proses on farm, juga dalam hal pemasaran daging dan telur.

Oleh karena itu, untuk memasuki era industri 4.0, para peternak diharapkan untuk senantiasa sigap dengan kemajuan teknologi, sarana komunikasi, terutama pemerataan jaringan internet di daerah produsen daging dan telur juga mesti dibenahi. “Peternak sebaiknya juga telah memiliki jaringan khusus antar produsen daging dan telur di tiap-tiap daerah, sehingga bisa saling komunikasi secara seketika sehingga dapat selalu menjawab kebutuhan daging dan telur dari konsumen,” kata Pramudya.

Dengan kemajuan di dunia perunggasan, ia berharap ke depannya masyarakat Indonesia mendapatkan protein yang cukup, balita kita bebas dari stunting, membuka lapangan kerja dalam bidang pertanian dan peternakan, generasi muda kita bangga menjadi petani dan peternak, perputaran roda ekonomi Indonesia bisa semakin cepat, demi perwujudan keadilan bagi semua. (ap/brx)