Agropustaka.id, Kabar. Jas Merah atau “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, menjadi frasa dalam pidato Ir. Soekarno yang mengingatkan kita untuk tidak melupakan sejarah. Sebelum menjadi industri maju dan strategis seperti saat ini, perunggasan Indonesia dulu hanyalah sebuah usaha rumahan yang dikelola secara tradisional. Perlu waktu cukup panjang untuk berhasil mengintroduksi pemeliharaan ayam ras dengan pola pemeliharaan intensif seperti saat ini.
Menurut Ketua Gabungan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) Komda Jatim Periode 2004-2012 yang juga Presiden Komisaris BroilerX Ir Heri Mulyanto, pada dekade 1960-an pemeliharaan ayam ras mulai diperkenalkan pada masyarakat Indonesia, dimana mulai dilakukan import bibit final stock. Dalam periode yang sama, Poultry Shop (PS) juga mulai bermunculan sebagai penyedia kebutuhan sarana produksi ternak.
“Sekitar tahun 1970-an, perkembangan ayam broiler belum se-massif sekarang. Justru kalah dengan ayam layer maupun ayam kampung. Namun pada dekade tersebut, mulai berdiri beberapa perusahaan pembibitan, dan berdiri organisasi GPPU pada tanggal 24 Desember 1970 yang diketuai oleh Pramu Suroprawiro. Kemudian pada dekade berikutnya, mulai banyak berdiri perusahaan pakan dan pembibitan, serta semakin banyak muncul para peternak di berbagai daerah. Yang saya lihat periode 1980-1990 menjadi titik awal industri perunggasan tumbuh,” jelasnya dalam acara Indonesia Livestock Club (ILC) bertema ‘Mewujudkan Ekosistem Smart Farming Perunggasan Indonesia”, yang diselenggarakan pada rangkaian acara ILDEX 2023, di Tangerang, Kamis (21/9). Hadir pula sebagai narasumber dalam ILC tersebut yakni Ketua Badan Kejuruan Teknik Peternakan, Persatuan Insinyur Indonesia (BKT Peternakan, PII) Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA., IPU., ASEAN Eng, Ketua Umum Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) Prof. Dr. Ir. Osfar Sjofjan, M.Sc.,IPU., ASEAN Eng, dan CEO & Co-Founder BroilerX Prastyo Ruandhito.
Lebih jauh Heru Mulyanto melanjutkan, pada perkembangan selanjutnya terjadi peristiwa krisis moneter tahun 1998 yang berdampak sangat luar biasa pada industri perunggasan, dimana mengakibatkan banyak peternak mandiri, Poultry Shop hingga beberapa pabrik tutup. Pasca krisis moneter, para pabrik pakan yang bisa bertahan berupaya untuk mengembangkan sistem kemitraan, yang hingga saat ini banyak diterapkan. Peristiwa krisis moneter menjadi titik tereduksinya peran Poultry Shop dan berkembangnya sistem kemitraan di industri perunggasan Indonesia.
“Sebenarnya sistem kemitraan sudah mulai bergulir sebelum adanya krisis moneter, tapi kecil. Peristiwa krisis moneter inilah yang menjadi pendorong terhadap berkembangnya sistem kemitraan perunggasan, yang masih berjalan hingga saat ini. Hingga pada dekade 2000 – 2010, industri perunggasan semakin berkembang dengan peningkatan impor DOC Grand Parent Stock, dan perkembangan RPA di berbagai daerah. Periode ini merupakan ekosistem yang sangat nyaman dan kondusif bagi pelaku usaha perunggasan,” tambah pria yang lebih dari 30 tahun berkecimpung dalam dunia perunggasan tersebut.
Melihat ekosistem yang baik pada dekade sebelumnya, membuat industri perunggasan berkembang semakin pesat pada medio 2010-2020. Hal ini ditandai dengan bertambah banyaknya impor GPS, kemitraan broiler besar, jumlah pabrik bertambah dan perusahaan asing pun banyak melakukan investasi di Indonesia. Pada pertengahan akhir periode ini pun, persoalan ketidakseimbangan supply – demand mulai dirasakan. Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19 pada tahun 2020, membuat tantangan industri perunggasan semakin berat. Di sisi lain, pada periode yang sama juga mulai muncul digitalisasi industri peternakan, dengan lahirnya para startup peternakan untuk melengkapi peternakan konvensional.
“Hingga saat ini, karena adanya ketidakseimbangan supply – demand dan dampak pandemi covid-19, membuat pemerintah mengambil berbagai kebijakan dalam pengendalian produksi DOC final stock broiler. Selain itu juga dilakukan pengurangan impor ayam DOC GPS yang semula sampai 750 ribu, mungkin hari ini rasanya sekitar 630 ribu impor GPS yang dilakukan. Dari sisi ini, saya melihat bahwa peran pemerintah sudah cukup bagus, dimana banyak lembaga yang mencoba mengatasi persoalan perunggasan, mulai dari Satgas Pangan, Bapanas, Kemendag hingga Ditjen PKH. Namun akan lebih bagus apabila semua bisa berkomunikasi dan berkolaborasi,” kata Heru Mulyanto. AP