Mewaspadai Ancaman Penyakit Necrotic Enteritis (NE) pada Unggas

Agropustaka.id, Kabar. Kesehatan saluran pencernaan menjadi hal yang sering dibicarakan setelah adanya pelarangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP). Pasalnya, selain berfungsi sebagai tempat pencernaan dan penyerapan makanan, saluran pencernaan juga berperan sebagai kekebalan tubuh atau imunitas pada ayam, sehingga kesehatan saluran pencernaan menjadi faktor penting pada performa produksi ayam. Namun demikian, menjaga kesehatan saluran pencernaan bukanlah suatu hal yang mudah. Terdapat sejumlah penyakit yang senantiasa mengancam kesehatan saluran pencernaan, salah satu penyakit yang sering muncul adalah penyakit Necrotic enteritis (NE).

“Necrotic enteritis (NE) merupakan penyakit ayam yang menyerang bagian pencernaan, umumnya terjadi pada ayam dengan tingkat pertumbuhan cepat. Karena dengan kemampuan pertumbuhan yang sangat baik, ayam saat ini mempunyai kecenderungan imunitas yang lebih rendah serta pergelangan kaki yang lebih sensitif. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium perfringens tipe A dan C. Bakteri jenis ini merupakan bakteri gram positif anaerob dan dapat ditemukan dalam bentuk spora jika berada di luar induk semang (hospes). Bakteri ini dapat hidup pada suhu 15-55 °C, dengan suhu optimum antara 43-47 °C. Nah hal ini yang perlu diperhatikan, karena suhu ayam sekitar 40,5 – 42 °C, yang artinya hanya selisih tipis dengan suhu optimum bakteri ini, sehingga apabila ayam mengalami panting dan suhu naik, risiko kasus bakteri ini akan meningkat,” jelas praktisi kesehatan unggas drh Rizi Ahmada dalam acara Indonesia Livestock Club (ILC)  Edisi Ke-31 yang mengangkat tema  “Manajemen Brooding untuk Menekan Risiko Penyakit Necrotic Enteritis”. Acara yang diselenggarakan secara daring pada beberapa waktu yang lalu tersebut juga menghadirkan narasumber penting lain yakni Head of Unit Madiun BroilerX drh Nanang Seno Utomo.

Lebih jauh, Rizi Ahmada menjelaskan bahwa sebenarnya bakteri ini merupakan flora normal yang ada di usus ayam, sehingga dalam kondisi ayam normal, bakteri ini tidak menimbulkan efek negatif yang berbahaya. Namun apabila jumlah bakteri meningkat, maka dapat menyebabkan enterotoksemia akut sehingga ayam diare dan tampak lesu. Menurutnya peningkatan jumlah bakteri ini seringkali dipicu oleh adanya stres karena berbagai faktor seperti lingkungan (temperatur terlalu panas atau terlalu dingin), perubahan pakan, kandang terlalu padat, vaksinasi, litter basah, dan lain-lain.

“Kemudian kasus yang umum dijumpai di peternakan adalah adanya kejadian secara bersamaan antara NE dan koksidiosis. Terutama yang disebabkan oleh eimeria acervulina atau eimeria maxima. Biasanya kasus NE didahului dengan kasus koksidiosis. Salah satunya gejala klinis NE adalah kematian yang tinggi dan mendadak, serta ayam tampak depresi, lusuh, dan diare. Karena NE ini menyerang saluran pencernaan, sehingga bulu di bagian bawah ekor tampak lusuh dan adanya diare yang terkadang diikuti adanya pendarahan. Kemudian saat dilakukan pembedahan, lesi yang paling mencolok ditemukan di usus kecil baik jejunum/ileum, dengan tampakan menggembung, rapuh dan berisi cairan berwarna cokelat dan berbau busuk,” tambahnya.

Diagnosa dugaan NE yang pertama dapat dilihat dari adanya tanda klinis diare, depresi, menyendiri dan tampak lesu pada ayam. Kemudian hal ini bisa kita konfirmasi berdasarkan lesi kasar pada usus halus dan pengalaman mikroskopis ditemukan adanya bakteri bentuk batang gram positif. Konfirmasi ini dilakukan dengan uji laboratorium dengan mengirimkan scraping usus.

“Untuk mencegah kasus NE kita harus menjaga kenyamanan kandang seperti manajemen pakan, air, ventilasi, liter, biosekuriti dan sanitasi dan lainnya. Misal pada pakan, dalam peralihan pakan jangan mendadak namun secara bertahap. Hal ini untuk mencegah stress yang dapat memengaruhi homeostasis usus.

Begitupun dengan manajemen pemeliharaan yang lain juga harus dijaga dan diperhatikan. Kemudian karena saat ini penggunaan AGP itu sangat minimal dan terbatas, maka dapat menggunakan berbagai produk alternatif lain, seperti asam organik (acidifier), probiotik, enzim, minyak esensial, dan lain-lain. Selanjutnya penting juga mencegah munculnya koksidiosis, biasanya pada ayam PS telah diberikan vaksinasi”.

Pada kasus NE, pengobatan bisa dilakukan dengan pemberian antibiotik melalui air minum maupun pakan. Karena NE disebabkan oleh bakteri gram positif, maka antibiotik yang bisa diberikan adalah golongan penicillin, cloxacillin dan erythromycin. Dengan efek resistensi yang ada, Rizi Ahmada mengingatkan bahwa pemberian antibiotik grow spectrum yang sempit diutamakan, baru nanti selanjutnya yang lebih luas.

“Untuk pemberian antibiotik melalui pakan, berdasarkan Petunjuk Teknis Penggunaan Obat Hewan dalam Pakan untuk Tujuan Terapi, terdapat beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk terapi NE yang dicampur dalam pakan, seperti Avilamisin, Bacitracin Methyl Disalisilat (BMD), serta Zinc Bacitracin (ZB),” terang Ahmada. AP