Agropustaka.id, Kabar. Industri perunggasan mengalami pasang surut yang cukup drastis di 2023 lalu, dan mengalami banyak tantangan dalam menapaki 2024 ini. Berbagai tantangan itu yakni harga sapronak dan karkas impor dari Brazil, konsumsi per kapita produk unggas yang masih rendah, panjangnya mata rantai penjualan, perubahan iklim, inflasi dan resesi, ketidakseimbangan supply dan deman, serta era disrupsi yang kita alami saat ini.
Hal yang disebut terakhir, yakni era disrupsi telah membawa banyak perubahan di segala lini usaha. Hal ini secara otomatis menuntut para pelaku perunggasan untuk melakukan cara-cara baru apabila tidak ingin tertinggal. Konsolidasi dan kolaborasi merupakan salah satu hal vital yang perlu dilakukan.
Adapun jika dilihat secara makro, maka setidaknya terdapat tiga hal besar penyebab munculnya berbagai tantangan di indusri unggas Indonesia, yakni suku bunga yang tinggi, inflasi yang tak terkendali, dan pelemahan ekonomi global secara umum. Mengenai fenomena menurunnya daya beli di masyarakat yang diakibatkan oleh banyak sebab, hal itu membawa konsekuensi pada kinerja industri di hulu yang juga ikut terancam.
“Setiap krisis akan melahirkan tatanan dunia dan kebiasaan baru. Ikutilah konsumen kemana mereka akan berubah,” kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Achmad Dawami dalam Seminar Outlook Perunggasan 2024 di Cibubur (21/11) lalu. Untuk itu ia menekankan perlunya sinergi yang berkesinambungan antar para pemangku kepentingan (stakeholders) di industri perunggasan Indonesia.
Kepada pemerintah ia berharap untuk dapat mewujudkan keseimbangan supply-demand perunggasan nasional. Tiga hal utama yang diharapkan pemerintah berkaitan dengan hal ini yakni yang pertama, jumlah impor GPS disetarakan dengan demand masyarakat akan konsumsi daging ayam, sehingga keseimbangan supply-demand jangan sampai terlalu eksrim. Kedua, pemerintah mengeluarkan surat edaran (SE) kementan sebagai solusi jangka pendek dan cepat dalam pengendalian supply ayam ras; dan ketiga, pemerintah menetapkan ‘reward kuota’ kepada breeder jika mematuhi dan melaksakan SE Kementan serta memonitoring realisasi dan dampak pelaksanaan atas SE pemerintah tersebut. Jadi tiga prinsip yang diharapkan yakni menghitung, melaksanakan, dan memonitoring.
Tiga prinsip tersebut juga sekaligus diharapkan dapat pula menjadi upaya dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas data pemerintah, yakni berupa keterbukaan dan akuntabilitas data-data pemerintah yang sangat diperlukan dalam menghitung setiap produksi dan distribusi DOC agar seimbang dengan demand yang ada. Manakalah transparansi dan akuntabilitas data tersebut dapat diwujudkan, maka perhitungan dan monitoring pelaksanaan pengendalian supply DOC menjadi lebih akurat.
GPPU juga berharap agar pemerintah menjaga stabilisasi harga produk ayam ras baik di tingkat produsen maupun konsumen. Dalam hal hal struktur harga, bisa dilakukan dengan menghitung struktur biaya dan harga produk perunggasan mulai dari DOC hingga karkas. Untuk harga acuan, penetapannya dimaksudkan untuk melindungi konsumen dan peternak. Dan untuk stabilisasi harga perunggasan ditujukan mulai dari tingkat produksi hingga mata rantai penjualan. AP