Agropustaka.id, Pemikiran. Serangan penyakit mulut dan kuku (PMK) atau foot and mouth disease (FMD), saat ini sudah pasti menjadi ancaman serius pada posisi Indonesia, terutama stabilitas ekonomi dari hasil ternak. Setidaknya, serangan ini sudah memperlihatkan gerakan yang semakin masif. PMK yang semula ditemukan di Jawa Timur, sudah mulai dilaporkan menyerbu di wilayah-wilayah lain di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan wilayah lain.
Penyebaran ini tidak saja menimbulkan kecemasan para peternak, tapi juga sekaligus kekhawatiran masyarakat umum. Lantas, bagaimana sebenarnya dampak kesehatan penyakit mulut dan kuku ini bagi manusia? Penting untuk menjelaskan pertanyaan masyarakat luas yang berkembang tentang penyakit ini.
Pertama, apakah penyakit mulut dan kuku yang menyerang ternak ini menular pada manusia? Jawabannya ialah tidak. Mengapa jawabannya tidak menular? Penjelasannya ialah oleh faktor perbedaan pada reseptor pada ternak dan manusia, yang tak memungkinkan penularan. Reseptor adalah molekul protein yang menerima sinyal kimia dari luar sel.
Untuk diketahui bahwa reseptor virus ini hanya terdapat pada sapi, kambing, domba, babi, dan kerbau, dan tidak pada manusia.vKeadaan ini, untuk sementara, menjadikan tidak memungkinkan untuk menularkan pada manusia. Namun, sudah pasti mampu menularkan pada hewan ternak dan satwa liar berkuku dua.
Kedua, meskipun ternak terserang PMK, pada dasarnya daging yang dihasilkan masih aman untuk dikomsumsi. Daging hewan ternak yang terserang PMK pada dasarnya tak mengalami ketercemaran yang bisa merusak kesehatan masyarakat. Kualitas daging memang rusak, akibat apa yang disebabkan oleh denaturasi protein pada otot skeletnya. Namun, masih aman dan masih bermanfaat, untuk meningkatkan kebutuhan protein untuk masyarakat yang mengalami gizi rendah.
Daging ternak yang terserang PMK dengan begitu masih baik dimanfaatkan untuk kebutuhan olahan makanan atau memenuhi kebutuhan pangan masyarakat lain, sementara tidak direkomendasikan untuk hewan kurban yang mensyaratkan ternak harus hewan sehat dan tidak pincang.
Tata kelola yang baik
Meskipun demikian, hal-hal yang sepatutnya untuk diwaspadai ialah efek yang dimunculkan dari serangan PMK pada hewan ternak ialah kualitas karkas (kualitas daging potong) yang menurun atau jelek, dan artinya akan menjadi masalah ekonomi. Bila wabah ini tak segera dihentikan, kematian ternak dan penurunan kualitas daging tentu akan merugikan.
Hal ini mengingat bahwa potensi persisten besar karena penyebaran virus tersebar luas ke ternak melalui sampah yang tidak dikelola dengan baik dan bersih. Seperti kita ketahui bahwa virus PMK disebarkan melalui droplet (cairan air liur) atau aerosol, yaitu udara tercemar dari ternak yang terjangkit.
Akibatnya, bila tata kelola kebersihan tidak diaplikasikan dengan baik, akan menjadi media yang efektif penyebaran PMK. Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan langkah lock down ternak, agar lalu lintas distribusi ternak dapat dipantau secara ketat, baik impor maupun penggantian ternak, pengawasan RPH (rumah potong hewan) di lokasi penyembelihan, misalnya di masjid atau penjagalan lain.
Di samping itu, pemerintah sebaiknya memperkuat kerja sama dengan para peneliti dari berbagai lembaga, baik akademik maupun perusahaan untuk memperluas tindakan dan pencegahan dan produksi vaksin isolat lokal. Terakhir, pemerintah sebaiknya harus segera menghentikan impor daging sementara waktu karena penyakit mulut dan kuku (PMK) pada dasarnya belum ada obatnya.
Pengelolaan ketat ini penting, mengingat bahwa kerugian ekonomi yang ditimbulkannya bisa semakin besar. Jenis kerugian yang bisa saja menjadi meluas di masa depan bila terlambat ditangani, meskipun tidak berdampak pada kesehatan manusia secara langsung.
ap/japos/ Rondius Solfaine, Dosen Peneliti Penyakit Hewan di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, mantan Peneliti di Laboratorium Virologi US Namru-2 Jakarta