Agropustaka.id, Pemikiran. Diperlukan langkah sistematis dan efektif untuk mencegah PMK semakin meluas. Salah satu solusi untuk mencegah penularan PMK adalah dengan penerapan biosekuriti. Ini garis pertahanan pertama terhadap penyakit.
Sudah lebih dari sebulan, dari kasus pertama kali, penyakit mulut dan kuku kembali muncul di Indonesia. Namun, tanda-tanda penurunan kasus belum tampak, bahkan semakin menyebar luas ke beberapa daerah lainnya.
Situasi yang tidak baik, apalagi menjelang Idul Adha. Di satu sisi hal ini juga semakin menguatkan lemahnya penerapan biosekuriti di tingkat peternak. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang masif untuk meningkatkan kesadaran peternak terkait biosekuriti.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pertama kali ditemukan pada akhir April 2022 di empat kabupaten di Jawa Timur. Ribuan ternak yang berada di daerah Sidoarjo, Lamongan, Gresik, dan Mojokerto terkonfirmasi positif PMK dari hasil uji laboratorium. Sebagian di antaranya juga mati.
Untuk mencegah penyebaran PMK meluas ke daerah lain, pemerintah melakukan berbagai langkah. Salah satunya adalah penetapan Sidoarjo, Lamongan, Gresik, dan Mojokerto sebagai daerah wabah PMK. Penetapan wabah ini tertuang di Keputusan Menteri Pertanian Nomor 403/KPTS/PK.300/M/05/2022.
Penetapan daerah wabah PMK tersebut berimplikasi terhadap seluruh rantai jalur lalu lintas ternak dari dan ke daerah tersebut. Pengawasan dan pembatasan lalu lintas ternak dilakukan secara maksimal untuk mencegah penularan ke daerah lainnya, termasuk pengobatan bagi ternak yang menunjukkan gejala klinis PMK.
Meskipun demikian, sejumlah langkah yang dilakukan belum efektif. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya daerah yang melaporkan kasus positif PMK. Dari yang semula hanya empat kabupaten, kemudian meningkat tajam menjadi 16 provinsi yang melaporkan kasus positif PMK.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, per 22 Mei 2022, dari 16 provinsi tercatat 84 kabupaten ditemukan 5,45 juta ekor hewan yang terkonfirmasi terkena PMK atau hampir 40 persen dari total populasi ternak nasional. Meskipun tingkat penularan yang tinggi, tingkat kematian akibat PMK memang tergolong rendah. Dari lima juta lebih ternak positif PMK, angka kematian kurang dari satu persen.
Meski demikian, bukan berarti kasus PMK tidak dianggap serius. Meski juga tidak menyebabkan risiko kematian tinggi dan penularan ke manusia, dampak yang ditimbulkan secara langsung adalah produktivitas dan economic losses. Hewan ternak yang terkena PMK tidak produktif dan tentu saja berimbas pada ketahanan pangan jika tidak segera dilakukan langkah penanggulangan secara intensif.
Meski juga tidak menyebabkan risiko kematian tinggi dan penularan ke manusia, dampak yang ditimbulkan secara langsung adalah produktivitas dan economic losses.
Oleh karena itu, diperlukan langkah sistematis dan efektif untuk mencegah PMK semakin meluas. Sayangnya langkah yang saat ini dilakukan belum menyentuh ke akar permasalahan. Tindakan yang dilakukan masih bersifat reaktif dan sporadis. Artinya, yang dilakukan hanya menyasar kepada hewan ternak yang sakit sehingga meskipun sudah ada pembatasan lalu lintas ternak dan penetapan wabah, penyebaran PMK masih terjadi bahkan semakin meluas.
Salah satu solusi untuk mencegah penularan PMK adalah dengan penerapan biosekuriti. Secara singkat biosekuriti adalah tindakan pengendalian wabah untuk mencegah semua potensi penularan agen infeksi ke hewan ternak. Jadi, biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit.
Hanya saja penerapan biosekuriti terutama di peternakan rakyat masih sangat kurang. Alasan yang utama adalah rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran peternak terkait biosekuriti. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dan pelatihan secara konsisten untuk para peternak.
Alasan kedua adalah monitoring implementasi yang kurang dilakukan secara berkala. Pengawasan yang dilakukan lebih fokus kepada pengecekan kondisi ternak dan tindakan pengobatan apabila ada ternak yang ditemukan sakit, tetapi evaluasi mengenai penerapan biosekuriti sangat kurang.
Padahal, pertahanan pertama dari penyakit ke hewan ternak melalui penerapan biosekuriti. Jadi, tidak heran penularan PMK saat ini banyak dilaporkan dari peternakan rakyat. Bahkan, sepertinya belum ada laporan kasus PMK terjadi di peternakan swasta. Hal ini semakin menguatkan urgensinya terhadap penerapan biosekuriti di tingkat peternakan rakyat.
Oleh karena itu, diperlukan sejumlah langkah untuk meningkatkan awareness mengenai biosekuriti. Salah satu tindakan yang cukup urgensi adalah sosialisasi dan pelatihan mengenai apa itu biosekuriti, bagaimana penerapan dan manfaatnya. Pelatihan ini ditujukan kepada para peternak lokal yang memang minim pengetahuan terkait hal ini.
Harapannya adalah dengan adanya pelatihan ini, kesadaran peternak terkait biosekuriti dapat meningkat. Selain itu pengetahuan yang didapat dapat diterapkan di lapangan. Hal itu sangat penting mengingat kondisi saat ini cukup banyak agen infeksi yang mengakibatkan munculnya penyakit pada ternak.
Diperlukan sejumlah langkah untuk meningkatkan awareness mengenai biosekuriti. Langkah kedua adalah adanya supervisi dari sektor swasta yang sudah berhasil menerapkan biosekuriti di peternakannya. Supervisi ini bisa berupa sharing success story dan dampak positif yang didapat dari penerapan biosekuriti bagi ternaknya.
Supervisi ini penting dilakukan agar dapat menimbulkan hubungan timbal balik positif antara peternak rakyat dan sektor swasta. Selain itu, upaya ini juga merupakan bentuk wujud nyata dari transfer of knowledge bagi peternak sehingga peternak rakyat juga dapat merasakan manfaat dari implementasi biosekuriti untuk ternaknya.
Upaya terakhir adalah monitoring penerapan biosekuriti secara reguler. Sering kali pengawasan secara berkala kurang dilakukan. Padahal, hal ini penting untuk dapat mengevaluasi dari penerapan biosekuriti sudah dilakukan secara efektif dan tepat atau tidak.
Pengawasan secara berkala dapat dilakukan rutin setiap minimal satu tahun sekali. Pengawasan nanti juga dapat dilakukan secara bersamaan dengan pengecekan rutin terkait kondisi kesehatan ternak. Apabila langkah ini dilakukan secara konsisten, maka diharapkan dapat menekan risiko terjadinya penularan agen infeksi penyakit ke hewan ternak.
Pemberantasan PMK di Indonesia tidak hanya bisa dilakukan tindakan yang sifatnya kuratif saja, tetapi juga penting dilakukan upaya yang sifatnya preventif. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran biosekuriti bagi para peternak mutlak dilakukan.
ap/kcm/Moh Vicky Indra Pradicta, Dokter Hewan; Bekerja di Food Industry sebagai Food Safety and Quality Leader; Penggiat One Health